Berbagi Cerita Melawan Trauma
Aliansi Indonesia Damai- “Saya belum siap untuk menceritakan pengalaman pilu serangan bom itu. Saya sedih untuk mengingat semuanya.” Demikian Abdullah Amsar mengawali penuturannya dalam Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama, yang dilaksanakan AIDA secara daring pada Senin (26/10/2020).
Amsar mengalami cedera parah akibat serangan bom di depan Kedutaan Besar Australia, kawasan Kuningan Jakarta Selatan, 16 tahun silam. Ia selamat dari maut, namun harus menderita belasan tahun lantaran luka dan trauma terus membayanginya.
Saat itu ia bekerja sebagai petugas keamanan di kantor Kedubes Australia. Kamis pagi, 9 September 2004, Amsar sempat ragu untuk berangkat kerja karena sang anak sedang sakit. Namun ia memutuskan tetap berangkat demi menunaikan kewajiban.
Baca juga Dukungan Kerabat untuk Pemulihan Korban Bom Kuningan
Sekitar pukul 10.30 WIB, Amsar melihat mobil box yang meledak. Ia kaget sekaligus takut karena situasi langsung mencekam. Terlihat rekan-rekannya berjatuhan di tanah. “Saya masih sadar, tapi teman-teman petugas keamanan lainnya tergeletak di samping saya,” katanya mengenang hari kelam itu.
Ia belum menyadari jika dirinya juga terluka parah. Dengan keadaan compang-camping, ia menutup kuping sembari meneriakkan takbir, Allahu Akbar. Tak banyak yang bisa ia lakukan kecuali jongkok dan berdiam diri karena takut bom susulan.
Setelah merasa aman, Amsar berlari bersama koleganya, sesama petugas keamanan, Christian Salomo. Keduanya berupaya meminta tolong kepada orang-orang di sekitarnya. Namun tidak ada yang mendengar teriakan mereka.
Baca juga Makna Peringatan Tragedi Terorisme
Sesaat setelahnya, Amsar memberanikan diri untuk datang ke Rumah Sakit MMC, Kuningan. Ia dibawa ke Unit Gawat Darurat dan baru menyadari bahwa sekujur tubuhnya penuh luka. “Betis kanan saya sowak, kuping sebelah kanan tepat pada bagian gendang telinga bolong, dan tulang hidung patah,” tuturnya.
Peristiwa itu memang sangat pahit. Namun ia tak patah semangat dan tetap melakukan pengobatan untuk menyembuhkan luka-lukanya. Dokter melakukan operasi di bagian betisnya. Bukan hal yang mudah karena ternyata dagingnya telah membusuk dan harus dilakukan operasi berulang.
Pihak Kedubes mulanya berencana membawa Amsar ke Australia untuk menjalani pengobatan lebih intensif. Namun, dokter di Indonesia terus berupaya mengusahakan kesembuhan Amsar sehingga ia batal berobat ke luar negeri.
Baca juga Menepis Amarah Membangun Damai
Dokter juga menambal gendang telinga Amsar yang bolong. Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut, tubuh Amsar dipenuhi oleh serpihan logam. “Saya meminta serpihan ini diambil oleh dokter. Setelah itu saya baru operasi gendang telinga,” kata Amsar.
Operasi terakhir adalah penyembuhan tulang hidung yang patah. Dokter memotong sebagian tulang hidungnya agar lukanya tidak merambah ke bagian lainnya.
Akibat peristiwa itu, Amsar mengalami trauma berat. Bahkan baru kali ini ia berani tampil di hadapan banyak orang untuk berbagi kisahnya. Dengan berbagi kisah, sebagaimana dilakukan oleh para penyintas lainnya, ia berharap mampu melawan trauma yang terus menghantui hidupnya.
Baca juga Jalan Panjang Pemaafan Penyintas Bom