31/12/2020

Dukungan Pertobatan Mantan Teroris

Aliansi Indonesia Damai- Tidak ada manusia yang tidak bisa berubah. Inilah yang dialami oleh Choirul Ihwan, mantan pelaku ekstremisme kekerasan. Ia bertahun-tahun mendekam di penjara akibat perbuatannya. Kisahnya berawal dari ajakan temannya, sering berdiskusi, dan banyak membaca buku-buku mengenai paham-paham kekerasan. Ditambah dengan hubungan dengan keluarganya yang kurang hangat.

Choirul menuturkan perjalanan hidupnya dalam acara Pengajian Daring Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya, yang digelar AIDA bersama Pimpinan Daerah Aisyiyah Banyumas, Rabu (23/12/2020).

Baca juga Perjumpaan Aktivis Aisyiyah dengan Penyintas Bom Bali

Irul, sapaan akrab Choirul, sempat bergabung dengan sejumlah organisasi keagamaan sebelum kemudian bersama teman-temannya memutuskan membentuk kelompok sendiri bernama Jamaah Taliban Melayu. Selama dalam kelompok tersebut ia mengikuti pelatihan semimiliter.

Salah seorang rekannya terlibat dalam penyerangan markas Polres di salah satu kota di Jawa Tengah. Akibat perbuatannya ia sempat melarikan diri ke luar Jawa untuk bersembunyi, sebelum kemudian tertangkap pada tahun 2013 dan menjalani hukuman penjara.

Baca juga Aktivis Aisyiyah Pejuang Pendidikan Damai

Saat dalam masa pelarian, Irul mengalami perubahan secara bertahap. Ia mulai mempertanyakan pemahaman-pemahaman kekerasan yang selama itu ia anut. Saat mendekam di balik jeruji penjara, Irul terus melakukan refleksi. Kesadarannya untuk berubah kian menguat saat dipertemukan dengan korban terorisme pada tahun 2017 di Lapas Porong Jawa Timur.

Dari pertemuan yang difasilitasi AIDA tersebut, ia menyadari bahwa berjihad dengan berbuat kerusakan tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya malah menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dan mencoreng citra agama. Setelah bebas, Irul bersama korban aktif menyuarakan perdamaian ke khalayak luas.

Baca juga Peran Aisyiyah dalam Membangun Perdamaian

Salah satu peserta mengapresiasi pertobatan Irul dan menekankan pentingnya mendukung mantan pelaku terorisme yang telah bertobat. Para stakeholder, termasuk tokoh-tokoh agama harus menyadarkan dan meyakinkan masyarakat bahwa Allah mahapemaaf, termasuk memaafkan para teroris yang sudah bertobat. “Mantannya juga harus melakukan pendekatan ke masyarakat. Bertobat dan sadar akan kesalahannya,” ucapnya.

Peserta lain menanyakan tentang konsekuensi yang diterima Irul saat memutuskan keluar dari kelompoknya. Irul mengaku sempat mendapatkan intimidasi namun tidak menyurutkan komitmen perubahannya. “Saya sudah dikafirkan oleh teman-teman saya, bahkan diancam dibunuh. Insya Allah ke depan saya akan tetap di sini menyampaikan perdamaian,” katanya menegaskan. [FIK]

Baca juga Muslim Milenial dalam Pembangunan Perdamaian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *