03/04/2021

Pelaku Teror Tak Pikirkan Korbannya

Aliansi Indonesia Damai- Dalam kegiatan Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang digelar AIDA secara daring medio Maret lalu, salah seorang peserta memertanyakan motivasi tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok teroris. Para pelaku tega melakukan perbuatan ekstrem yang mencederai dan bahkan menghilangkan nyawa korbannya.

“Apakah mereka ketika melakukan kekerasan tidak ada perasaan bersalah pada korban. Mengapa mereka sampai melakukan hal itu,” kata Da’iyatul Ummah, mahasiswi Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto saat berdialog dengan mantan narapidana terorisme, Kurnia Widodo.

Baca juga Rahasia Ikhlas Memaafkan

Menurut Kurnia, para pelaku tak pernah memikirkan nasib para korbannya. Malahan pelaku sendiri telah mengafirkan orang di luar kelompoknya sehingga dalam keyakinan mereka orang lain dianggap halal darahnya. “Jadi masalahnya mereka menganggap kalau korban di sini sebagai target. Mereka tidak kasihan karena mereka sendiri mengafirkan orang lain,” katanya.

Pria lulusan salah satu perguruan tinggi negeri kenamaan di Bandung ini menjelaskan, kelompok ekstrem sejak awal memiliki doktrin kuat bahwa negara demokrasi sebagai produk kafir. Otomatis pemerintah, aparat, dan masyarakat yang mengakui sistem demokrasi juga dianggap kafir. “Para polisi kafir, pemerintah murtad, dan mayoritas masyarakat dianggap tidak jelas keislamannya. Dan itu layak untuk dibunuh,” ungkapnya.

Baca juga Keluwesan dalam Beragama

Salah satu kesalahan kelompok ekstrem adalah melakukan tindakan kekerasan bukan pada tempatnya. Dalam hemat Kurnia, mereka melihat ketidakdilan di luar negeri dan bermaksud melawan ketidakadilan itu. Namun justru melakukan ketidakadilan baru di negara sendiri. Praktis kekerasan tak pernah selesai, dan malah membuat kekerasan tak ketemu titik ujungnya. “Mereka benci Amerika misalnya, tapi yang dibom kedutaannya di Indonesia. Ini miris sekali. Wawasan kemanusiannya sangat rendah,” tuturnya.

Mendengar langsung pengakuan Kurnia, sejumlah mahasiswa mengaku beruntung dapat berdialog dengan mantan pelaku terorisme. Da’iyah misalnya mengaku dapat mengambil banyak pembelajaran dari kisah Kurnia. Ia meminta aktivis mahasiswa untuk lebih terbuka dan berpikir kritis terhadap paham-paham yang mengarah pada kekerasan. “Sangat bermanfaat, membuka wawasan kita. Pertanyaan yang selama ini ada di benak saya kini terjawabkan,” katanya.

Baca juga Inspirasi Kisah Hidup Korban Terorisme

Sementara Rizki Syafrullah, mahasiswa Institut Teknologi Telkom Purwokerto mengaku mendapatkan perspektif baru perihal isu terorisme, terutama dari sudut pandang korbannya. “Saya mendapatkan sudut pandang dari sisi mantan pelaku, para ahli dan para korbannya. Jadi benar-benar terbuka, terutama dari sisi korban kita jadi tahu dampaknya sangat negatif,” katanya.

Kegiatan diikuti oleh puluhan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Purwokerto dan sekitarnya, yaitu Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, IAIN Purwokerto, Institut Ilmu Al-Qurán An-Nur Yogyakarta, Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto, dan Universitas Peradaban Bumiayu Brebes. [AH]

Baca juga Pelajaran Karakter dari Penyintas Bom

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *