04/11/2021

Dialog Siswa SMK Islam 1 Blitar dengan Mantan Ekstremis

Aliansi Indonesia Damai- AIDA menggelar safari kampanye perdamaian secara daring di sejumlah SMA di Blitar Jawa Timur, salah satunya di SMK Islam 1 Blitar pada Senin (01/11/2021). Kegiatan yang dikemas dalam bentuk Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” ini diikuti oleh 49 orang peserta.

Salah satu narasumber yang dihadirkan adalah Iswanto, mantan pelaku ekstremisme kekerasan. Pria asli Lamongan ini menceritakan kisah perjalanan hidupnya yang berliku. Dimulai dari terjerumus ke dalam jaringan ekstremisme, hingga bertobat dan berkomitmen meniti jalan perdamaian. Setelah paparan kisahnya, sejumlah pertanyaan dilontarkan kepada Iswanto.

Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Blitar (Bag. 1)

Salah satu peserta bertanya kriteria orang yang rentan direkrut menjadi anggota kelompok ekstrem. Berdasarkan pengalaman Iswanto, kelompok ekstrem kerap menyasar anak-anak muda yang memiliki semangat juang yang tinggi. Prosesnya tidak instan, tetapi melewati sejumlah tahap. “Bukan langsung diajak aksi. Anak-anak itu diajak ngaji dulu, lalu diiming-imingi dengan pahala surga, sedikit demi sedikit,” ucap Iswanto.

Peserta lain bertanya tentang lokasi atau individu yang biasa dijadikan target penyerangan. Iswanto menerangkan, lokasi-lokasi yang menjadi simbol negara, rumah ibadah agama lain, dan tempat-tempat keramaian kerap dijadikan target. Kelompok ekstrem tidak suka melihat aparat negara dan penganut agama lain. Mereka bahkan tega melukai sesama muslim yang tidak mau mengikuti pandangan mereka.

Baca juga Dialog Siswa SMAN 1 Srengat Blitar dengan Penyintas Bom Kampung Melayu

Pertanyaan lainnya berkaitan dengan cara membentengi diri dari jeratan kelompok ekstrem. Menurut Iswanto, ada empat cara yang bisa dilakukan. Pertama, mencari teman yang baik yang mendukung perdamaian. “Ini penting sekali. Karena teman sangat berpengaruh. Kalau teman baik, pengaruhnya juga akan baik. Begitu pun sebaliknya,” kata Iswanto.

Kedua, berguru kepada guru yang baik, karena tidak semua guru mendukung perdamaian. Bahkan banyak guru yang memberikan pengaruh negatif. “Maka dari itu, adik-adik hati-hati dalam memilih guru. Cari guru yang baik,” tutur Iswanto.

Baca juga Dialog Siswa SMAN 2 Blitar dengan Penyintas Bom

Ketiga, membentengi diri dengan dekat kepada orang tua. Iswanto mengaku, kurangnya kedekatan diri dengan orang tua membuatnya mendekat pada kelompok ekstrim. “Saya dan teman-teman dulu hampir semuanya menjauhi orangtua. Tidak pernah berkomunikasi dengan mereka. Mestinya sebagai anak, mau pergi kemana, mau melakukan apa, mesti izin dulu kepada orang tua. Aktivitas saya dulu seluruhnya tanpa sepengetahuan orang tua,” ujar Iswanto mengenang.

Terakhir menurut Iswanto, ilmu agama yang sempurna akan menangkal virus-virus ekstrimisme. “Belajar agama jangan setengah-setengah. Kalau ada satu permasalahan yang berkaitan dengan agama, jangan dipaksa untuk memahaminya sendiri. Bertanyalah kepada yang lebih paham,“ katanya.

Baca juga Dialog Pelajar Serang dengan Aktivis Perdamaian

Pertanyaan lain dari peserta yang muncul di di kolom chat zoom, “Apakah radikalisme bisa dihilangkan sepenuhnya?”

Dalam hemat Iswanto, radikalisme agama sulit akan musnah sepenuhnya. Tetapi, masyarakat bisa bekerja sama untuk meredamnya. “Semua itu berangkat dari diri kita, keluarga kita, lingkungan kita, orang-orang terdekat kita. Kalau kita bareng-bareng menyampaikan perdamaian, insya Allah tidak akan terjadi tindakan terorisme. Itu tugas kita semua,” katanya tegas. [FAH]

Baca juga Pesan Perdamaian Pelajar Malang (Bag. 1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *