Mendorong Narasi Keagamaan yang Damai
Aliansi Indonesia Damai- Narasi perdamaian mesti disampaikan secara kontinu kepada khalayak luas. Sebab narasi konflik dan permusuhan acapkali bertebaran melalui media sosial. Untuk itu tokoh agama sebagai rujukan kegamaan diharapkan turut aktif dalam menyampaikan dakwah yang sejuk dan membawa umat pada kehidupan yang damai dan tenteram.
Demikian pesan yang disampaikan Direktur Eksekutif AIDA, Riri Khariroh, saat membuka acara Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya, (2/12/2021). Kegiatan tersebut digelar AIDA bersama Baznas Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, sebagai tindak lanjut kegiatan sebelumya, yaitu Halaqah Alim Ulama dan Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama.
Baca juga Ketua Baznas Wajo: Kisah Penyintas Menggugah Kemanusiaan
Dalam sambutannya, Riri mengatakan, salah satu faktor orang terlibat dalam aksi-aksi kekerasan sedikit banyak dipengaruhi oleh pemahaman keagamaan yang keras. Pemahaman seperti itu dinilai sangat bertentangan dengan ajaran luhur agama Islam. “Salah satu pemicunya adalah pemahaman yang ekstrem. Itu bukan ajaran Islam,” ujar aktivis perempuan alumni UIN Yogyakarta itu.
Tokoh agama diharapkan terlibat aktif dalam pembangunan perdamaian, sekalipun dalam ruang lingkup kecil di wilayahnya masing-masing. Tokoh agama dapat menyampaikan narasi-narasi perdamaian melalui dakwah yang mengeratkan persaudaraan, bukan membawa permusuhan. “Dakwah Islam yang menyejukkan, bil hikmah wal mauidzatil hasanah, dakwah yang ramah, bukan yang menebar kebencian dan hasutan,” tuturnya.
Baca juga Ketua MUI Sulbar: Jadilah Dai Ramah
Secara sosial, Riri menilai tokoh agama merupakan panutan bagi masyarakat, sehingga perannya sangat dibutuhkan dalam mewujudkan masyarakat yang damai. Konflik dan pertikaian yang acapkali terjadi dapat diselesaikan melalui keterlibatan tokoh agama. “Jika ada gesekan-gesekan di tengah masyarakat, maka tokoh agama berperan penting untuk menyelesaikan masalah itu, sehingga masyarakat bisa hidup harmonis,” ujar Riri.
Selama ini, tafsir-tafsir keagamaan yang cenderung keras dinilai telah banyak tersebar, khususnya di media sosial. Untuk mencegah narasi ekstrem itu, Riri mengajak para tokoh agama untuk memberikan tafsir keagamaan yang lebih sejuk dan menenteramkan. “Dengan perkembangan itu, maka para tokoh agama mesti mendukung penafsiran keagamaan yang menganjurkan perdamaian,” katanya.
Baca juga Mencegah Ekstremisme dengan Literasi
Dalam kesempatan itu, Riri juga mengajak tokoh agama untuk mengambil ibroh dari peristiwa terorisme yang terjadi di Indonesia, khususnya dari perspektif pertobatan pelaku dan ketangguhan korbannya. Perspektif kedua belah pihak diyakini dapat memberikan kontribusi penting bagi terwujudnya perdamaian. Sebab pelaku dan korbannya merupakan cermin utuh persoalan-persoalan terorisme.
Kisah mantan pelaku dan korbannya juga dapat menjadi materi dakwah bagi masyarakat luas. Menurut Riri, ada begitu banyak hikmah yang dapat diambil dari kedua belah pihak. Tidak hanya tentang pertobatan dan pemaafan, tetapi juga perihal ibroh sehingga menyadarkan khalayak luas akan bahaya aksi-aksi terorisme. “Tokoh agama penting menyerap langsung kisah-kisah mantan pelaku dan korbannya. Ini bisa menjadi materi dakwah dan ibroh bagi kita semua,” ujarnya. [AH]
Baca juga Dialog Tokoh Agama Sulbar dengan Ahli Jaringan Terorisme