23/12/2021

Ketua Baznas Wajo:
Kisah Penyintas Menggugah Kemanusiaan

Aliansi Indonesia Damai- “Saya jadi memahami begitu menderitanya para korban terorisme. Coba bayangkan, korban kehilangan penglihatan selama-lamanya, kehilangan jari, kehilangan rahang. Bagaimana mereka bertahun-tahun minum obat, bahkan ada yang kehilangan ingatan dan harus berkenalan kembali dengan keluarga, termasuk kepada istri dan anaknya.”

Pernyataan tersebut diungkapkan Mansur, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, dalam Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya, awal Desember lalu. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama AIDA dengan BAZNAS Wajo. 99 orang pemuka agama mengikuti kegiatan ini secara daring.

Baca juga Ketua MUI Sulbar: Jadilah Dai Ramah

Menurut Mansur, kisah penyintas sangat penting disebarkan karena dapat menggugah rasa kemanusiaan tanpa memandang ras ataupun agama. Selain itu juga mampu memberikan ibroh terkait ketangguhan dalam menghadapi musibah dan penderitaan. Alih-alih menjadi terpuruk dan putus asa, para penyintas justru bangkit dan menerima takdir serta menjalani semua dengan pikiran yang terbuka.

“Mereka melakukan hal yang orang tidak bisa membayangkan. Tidak ada rasa dendam dan membenci terhadap orang yang menyebabkan mereka menderita. Tidak ada keinginan untuk membalas orang yang melukai mereka. Padahal mereka sangat menderita, bahkan cacat,” ujar Mansur yang merupakan alumni kegiatan Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama yang dilaksanakan oleh AIDA beberapa waktu sebelumnya.

Baca juga Mencegah Ekstremisme dengan Literasi

Ia berpesan kepada para peserta yang mayoritas mubalig untuk menjadikan kisah korban sebagai bahan dakwah perdamaian. Narasi korban efektif untuk menandingi dakwah-dakwah yang bersifat keras dan cenderung menyebarkan kebencian. Selain itu, Mansur menekankan agar para peserta memahami islam secara kontekstual.

“Mubalig juga sudah saatnya untuk menggeser pemahaman keislaman yang dulunya tekstual ke kontekstual. Karena seringkali tekstual ini bisa mengarah ke radikalisme dan ekstremisme, karena hanya melihat secara satu arah. Harus bisa kritis melihat konteks,” katanya.

Baca juga Dialog Tokoh Agama Sulbar dengan Ahli Jaringan Terorisme

Dalam kapasitasnya sebagai ketua lembaga amil zakat, Mansur mengingatkan juga agar para peserta terus-menerus menyampaikan ke masyarakat agar berhati-hati dalam memberikan zakat ataupun sedekah. Lantaran banyak kotak amal yang dipakai untuk membiayai terorisme.

Akhiran, Mansur berharap agar kegiatan ini terus dilaksanakan agar lebih banyak masyarakat yang mendapatkan pembelajaran dari apa yang tertulis dalam buku karya Hasibullah Satrawi itu. “Buku ini perlu untuk dibedah secara terus menerus, dan mengajak kelompok yang berpengaruh. Sehingga buku ini bisa bergerak di tengah masyarakat dan bisa menciptakan kedamaian dan ketenangan di tengah masyarakat.” ucapnya memungkasi. [WTR]

Baca juga Menangkal Ektremisasi di Medsos

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *