Mendorong Literasi Mahasiswa UMRI
Aliansi Indonesia Damai- Mahasiswa didorong untuk meningkatkan pola pikir kritis dalam memahami ajaran agama. Pesan tersebut mengemuka dalam acara Pengajian & Diskusi bertajuk “Menyerap Ibroh dari Kehidupan Korban dan Mantan Pelaku Terorisme” di Univesitas Muhammadiyah Riau, Senin (21/11/2022).
Tak terkecuali ajaran jihad. Makna ajaran luhur tersebut tidak bisa dipahami secara parsial melainkan harus dikaji secara komprehensif syarat dan kaidah-kaidahnya. Hal ini penting lantaran jihad merupakan syariat yang berkaitan dengan keselamatan jiwa dan harta umat manusia secara umum.
Baca juga Ekstremisme: Puncak Ketidaktahuan
Kegiatan hasil kerja sama Aliansi Indonesia Damai (AIDA) dan Fakultas Studi Islam Universitas Muhammadiyah Riau (FSI UMRI) tersebut diikuti 72 peserta dari kalangan mahasiswa. Muhammad Lisman, S.E.I., M.E., dosen Program Studi Perbankan Syariah FSI UMRI yang juga alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama, bertindak sebagai pembicara.
Dalam pemaparannya, Lisman mengajak mahasiswa sebagai kaum terpelajar agar memperkaya bacaan agar tidak terkecoh pemahaman yang keliru tentang jihad. “Banyak di antara kita yang salah dalam memahami makna jihad, kemudian melakukan aksi yang sesungguhnya tidak sesuai syariat Islam. Mereka mengatakan, ‘Saya berjuang untuk Islam, untuk agama saya.’ Tapi pada faktanya justru mereka merusak Islam, dan korbannya pun juga orang Islam sendiri,” ungkapnya.
Baca juga Tragedi Terorisme Luka Bangsa Indonesia
Ia lanjut menjelaskan dampak yang akan terjadi apabila seseorang mengamalkan jihad tidak dengan ilmu yang benar. Salah satunya, perdamaian akan rusak dan merosotnya perekonomian negara. “Jika perdamaian rusak pada suatu masa, sudah bisa dipastikan ekonomi pun hancur. Kenapa bisa begitu? Karena bila ada aksi teror, negara yang kena dianggap atau dipersepsikan oleh masyarakat dunia sebagai wilayah yang tidak aman, maka akan merusak ekonomi,” kata dia.
Dalam pandangannya, peristiwa Bom Bali 2002, Bom Kuningan 2004, serta aksi-aksi terorisme lainnya adalah bukti nyata bagaimana ajaran jihad disalahpahami. Ratusan orang menjadi korban. Rata-rata korban yang meninggal jenazahnya ditemukan tidak utuh. Bagi yang selamat, hampir bisa dipastikan kondisi kesehatannya tak lagi seratus persen seperti sebelumnya, atau paling parah mengalami cacat seumur hidup.
Baca juga Moderasi Beragama Tangkal Ekstremisme
Dari aksi teror yang diklaim pelakunya sebagai jihad tersebut, tercipta banyak istri yang tiba-tiba menjadi janda, dan terlahir anak-anak yang seketika menjadi yatim. Berbagai penderitaan batin harus mereka terima. Belum lagi dampak trauma psikologis yang membekas sangat lama pada diri mereka.
Lisman menegaskan, sejumlah peristiwa terorisme tersebut dilatari oleh fenomena gagal paham para pelaku terhadap jihad. “Jihad yang sebenarnya di dalam Islam itu tidak selalu pada perang. Seperti yang dikatakan, misalnya dalam Surat Luqman Ayat 15, atau Surat Al-Ankabut Ayat 8. Jihad arti katanya bersungguh-sungguh. Kalian datang ke kampus, belajar dengan baik sesuai kontrak perkuliahan, maka itu bisa dikatakan jihad,” ujarnya.
Baca juga Menebar Perdamaian di kalangan Ulama Riau
Maka dari itu, aktivis muda Muhammadiyah tersebut mengajak para mahasiswa peserta kegiatan untuk menggali literasi sedalam-dalamnya. “Islam harus dipahami secara holistik, tidak bisa sebelah-sebelah. Ada ayat suci, maka harus dipahami asbabun nuzul-nya. Begitu juga hadis, harus dipahami konteks atau asbabul wurud-nya. Memahami ayat atau hadis harus selalu memperhatikan dua hal itu. Kalau tidak, kita kehilangan konteks, bisa salah paham, bisa menumbuhkan paham-paham radikal pada seseorang,” katanya.
Sebagai penutup, Lisman mengingatkan untuk selalu menjaga bangsa ini agar tetap damai dan menjauhi kekerasan. “Jangan sampai salah paham, jangan salah pengajian, yang bisa merusak bangsa kita, agama kita!” [F]
Baca juga Islam Menghormati Hak Dasar Manusia