Moderasi Beragama Tangkal Ekstremisme
Aliansi Indonesia Damai- Nilai-nilai moderasi beragama harus disosialisasikan kepada khalayak luas. Sikap dan cara berpikir tengah-tengah dalam memahami agama dapat menangkal ekstremisme keagamaan yang mengarah pada aksi kekerasan. Gerakan ekstremisme yang masih banyak terjadi di Indonesia tidak hanya berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat yang beragam, tetapi juga mencoreng nilai-nilai luhur agama.
Demikian pesan yang disampaikan oleh Plt. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kampar, H. Fuadi Ahmad, saat menjadi keynote speaker dalam acara Diskusi dan Nonton Film “Tangguh” di Aula Kemenag Kampar, Rabu (31/8/2022). Acara tersebut diinisiasi oleh Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Kampar, bekerja sama dengan AIDA. Puluhan pengasuh dan perwakilan pesantren se-Kabupaten Kampar hadir sebagai peserta, termasuk para ASN dan pegawai Kemenag Kampar.
Baca juga Menebar Perdamaian di kalangan Ulama Riau
Dalam paparannya, Fuadi menyatakan, kegiatan tersebut sesuai dengan visi Kemenag Kabupaten Kampar yang fokus mensosialisasikan moderasi beragama kepada masyarakat luas. “Tahun 2022 kami mencanangkan tahun toleransi dan moderasi beragama. Moderasi secara pengertian bersikap tengah, tidak cenderung kanan dan tidak kiri. Ini penting dijelaskan kepada khalayak luas,” katanya.
Ia menjelaskan, konsep moderasi beragama lahir karena berbagai peristiwa kekerasan mengatasnamakan agama terjadi di Indonesia. Para alim ulama dan tokoh masyarakat bersepakat bahwa tidak ada satu pun agama yang membenarkan tindakan-tindakan kekerasan.
Baca juga Islam Menghormati Hak Dasar Manusia
“Para pemimpin kita khawatir terhadap yang berbau kekerasan dan terorisme. Setelah kejadian Bom Bali dan Bom Hotel JW. Marriott, Menteri Agama memerintahkan untuk menyusun strategi dalam menghadapi persoalan-persoalan ekstremisme di Indonesia,” ucapnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, tokoh-tokoh dari pelbagai ormas, cendekiawan, agamawan dan berbagai elemen masyarakat sepakat untuk mempromosikan nilai-nilai agama yang damai bagi keberlangsungan hidup masyarakat.
“Seluruh elemen dikumpulkan diwakili para Guru Besar, para ulama, pemimpin pesantren, ormas-ormas seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dan lain-lain untuk menggagas konsep moderasi beragama yang akan diaktualisasikan di Indonesia,” ujarnya.
Baca juga Penyintas Terorisme Berkisah di Depan Ulama Riau
Ia pun menyebut, tindakan kekerasan atas nama agama muncul lantaran pemahaman yang salah terhadap ajaran agama itu sendiri. Karena itu, cara berpikir yang ideal terhadap ajaran-ajaran agama ialah dengan jalan tengah. “Motivasi mereka muncul dari pemahaman yang salah terhadap agama. Maka oleh sebab itu, moderasi beragama perlu disosialisasikan dalam rangka menangkal ekstremisme dan terorisme,” ujarnya.
Karakter moderasi beragama dapat dilihat dari pemahaman dan tindakan yang tidak berlebihan dalam menyerap ajaran agama. Ciri moderasi beragama itu mengambil jalan tengah di antara dua kutub ekstrem. “Kutub kanan yang terlalu tekstual memahami agama dan memaksakan pemahaman mereka yang paling benar. Dan kutub kiri yang terlalu liberal memahami agama tidak berdasarkan hukum-hukum Al-Qur’an,” ungkapnya.
Baca juga Mantan Napiter Bertutur di Hadapan Ulama Riau
Di akhir sambutannya, ia berharap kegiatan-kegiatan serupa bisa dilaksanakan kembali di wilayah Riau dan sekitarnya. Pasalnya, tidak jarang elemen-elemen masyarakat di Riau, baik kaum muda mahasiswa, perempuan, dan juga masyarakat umum terjerumus pada pemahaman ekstrem dan bahkan melakukan tindakan terorisme.
“Semoga kegiatan ini bisa kembali dilaksanakan, karena banyak masyarakat yang terpapar, dan daerah ini termasuk wilayah transit pelaku aksi terorisme di Indonesia,” katanya memungkasi paparan. [AH]
Baca juga Pesan Ketua MUI untuk Tokoh Agama Riau