09/09/2022

Tragedi Terorisme Luka Bangsa Indonesia

Aliansi Indonesia Damai- Rentetan aksi kekerasan terorisme yang pernah terjadi di Indonesia menjadi sejarah kelam perjalanan bangsa Indonesia. Tak hanya mencederai para korban yang tak bersalah, tindakan terorisme juga mencerminkan dangkalnya pemahaman pelaku terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya.

Demikian pernyataan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hisa, Pekanbaru, Riau, Abu Yazid, saat menjadi narasumber utama dalam Pengajian dan Diskusi Film “Tangguh”, Minggu (04/09/2022). Acara yang digelar AIDA di kompleks Pesantren Al-Hisa itu dihadiri puluhan santri, tokoh masyarakat, dan wali santri.

Baca juga Moderasi Beragama Tangkal Ekstremisme

Dalam paparannya, Yazid membagikan ibroh (pembelajaran) dari kisah film yang menceritakan kehidupan mantan pelaku terorisme dan korbannya. Menurut Yazid, pihak yang paling terdampak dari aksi-aksi terorisme justru mereka yang tak punya urusan dengan pelakunya. “Banyak orang tak bersalah terdampak, terkena ledakan. Banyak orang tidak tahu menahu, mereka terkena bom. Sungguh goresan mendalam terhadap bangsa Indonesia,” ucapnya.

Alumni kegiatan Halaqah Alim Ulama yang digelar AIDA di Pekanbaru beberapa waktu lalu itu menjelaskan, para pelaku terorisme terdiri dari berbagai latar belakang, termasuk orang yang berpendidikan. Meski demikian, doktrin teror tidak mengenal latar belakang. Orang yang berpendidikan tinggi pun bisa terpapar ideologi ekstrem lantaran tidak disertai pemahaman keagamaan yang kokoh dan benar.

Baca juga Menebar Perdamaian di kalangan Ulama Riau

“Para pelaku bukan orang bodoh. Ada yang cerdas, pintar, tapi bisa didoktrin oleh kelompok ekstrem. Setelah terpapar paham ekstrem, dia membakar ijazahnya dari SD sampai kuliah. Semua tidak ada artinya. Kita ini dianggap thagut, kafir, berhak diberantas, berhak dibunuh,” katanya.

Selain itu, Yazid juga berbagi pengalamannya pernah bertemu dengan sejumlah mantan pelaku terorisme yang dihadirkan AIDA. Banyak di antara mereka terpapar karena faktor guru dan keluarga, salah satunya para pelaku bom Bali yang masih memiliki ikatan keluarga. Mereka mampu mendoktrin anggota keluarganya untuk berjihad menegakkan negara berbasis agama. “Mereka ingin negara ini berganti negara Islam,” ujarnya.

Baca juga Islam Menghormati Hak Dasar Manusia

Mengambil ibroh dari kejadian-kejadian terorisme, Abu Yazid mengajak masyarakat untuk mendidik dan menyekolahkan putra-putrinya di lembaga pendidikan agama yang jelas seperti pesantren. Menurut dia, pemuda dan anak-anak menjadi salah satu target kelompok ekstrem untuk didoktrin paham terorisme. Pesantren dapat menjadi benteng pertahanan dari paham ekstrem, karena terbukti melahirkan generasi muda Islam Indonesia yang mampu menjaga perdamaian di tengah-tengah keberagaman Indonesia.

“Kalau anak-anak kita tidak dibawa ke lembaga pendidikan pesantren yang benar dan tidak diperkenalkan dengan cinta tanah air, maka akan berbahaya seperti mereka. Menganggap negara adalah kafir,” ujarnya menambahkan.

Baca juga Penyintas Terorisme Berkisah di Depan Ulama Riau

Di akhir paparannya, lulusan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru itu mengajak masyarakat agar menjaga perdamaian di lingkungan sekitar. Bila ada konflik dan gesekan-gesekan, ia meminta tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. “Karena Rasulullah Saw dilempar batu, tapi tidak membalas kekerasan dengan kekerasan,” katanya memungkasi. [AH]

Baca juga Mantan Napiter Bertutur di Hadapan Ulama Riau

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *