Membentengi Generasi Muda dari Paham Kekerasan
Aliansi Indonesia Damai- AIDA bersama alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama di Samarinda menyelenggarakan Pengajian “Menyerap ‘Ibroh Kehidupan Korban dan Mantan Pelaku Terorisme” beberapa waktu lalu. Dalam satu kesempatan, acara Pengajian digelar di Pondok Pesantren (PP) Istiqamah Muhammadiyah di Batu Besaung, Samarinda.
Pengajian yang dihadiri puluhan santri tersebut menghadirkan Ust. Mujenih, Lc., pengajar Ma’had Hasan bin Ali Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, sebagai salah satu narasumber. Dalam pemaparannya, Mujenih menekankan pentingnya generasi muda menjadikan pengalaman hidup korban aksi teror bom dan mantan pelaku terorisme sebagai ‘ibroh atau pelajaran berharga.
Baca juga Dinamika Hubungan Korban dan Mantan Teroris
Menurut dia, pembelajaran dari kisah korban dan mantan pelaku terorisme yang dapat diserap generasi muda sedikitnya dua hal. Pertama, sebagai perisai dari pengaruh budaya kekerasan yang semakin menjamur, terkhusus di ranah daring. “Supaya kita tidak ada virus-virus pemikiran terorisme. Kita harus bentengi generasi muda, generasi penerus umat ini, jangan sampai ada bibit-bibit pemikiran terorisme,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mujenih menjabarkan bahwa kalangan santri wajib menekuni ilmu-ilmu agama dengan mantap sehingga betul-betul matang memegang teguh keimanan, tidak mudah goyah menghadapi propaganda kelompok yang secara serampangan membajak ajaran agama. “Jadi, anak-anak Ustaz, memahami agama atau tafaqquh fiddin-nya harus betul-betul paham. Jangan sampai paham cuma separuh-separuh sudah langsung mengklaim,” katanya.
Baca juga Dialog Santri dengan Tokoh Agama di Samarinda
Kekeliruan sebagian mantan pelaku terorisme menempuh jalan kekerasan dimulai dari kesalahpahaman mereka memahami agama. Demikian Mujenih menjelaskan. Dalam teks-teks agama tertera ayat yang menyatakan siapa yang tidak berhukum dengan ketentuan Tuhan maka tergolong sebagai kafir, zalim, dan fasik. Sungguh disayangkan, mereka mengabaikan konteks yang menyertai ayat-ayat tersebut.
“Dari kesalahan mereka memahami ayat tersebut, maka halal jadinya darah kita untuk ditumpahkan oleh mereka. Makanya mereka melakukan pengeboman di berbagai tempat. Itulah karakteristik bahayanya mereka pelaku terorisme,” ungkapnya.
Pembelajaran berharga yang kedua sekaligus menjadi tujuan puncak pentingnya memahami ‘ibroh kehidupan korban dan mantan pelaku terorisme, menurut Mujenih, adalah memproduksi generasi penerus pencinta perdamaian. “Kita harus siap menjadi penggerak perdamaian di tempat kita masing-masing,” katanya. [MLM]
Baca juga Wakil Ketua MUI Kukar: Tokoh Masyarakat Wajib Menjaga Perdamaian