Home Berita Meluruskan Praktik Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Berita - Pilihan Redaksi - 2 hours ago

Meluruskan Praktik Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar

Aliansi Indonesia Damai- Tidak semua orang bisa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Orang yang bisa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar harus memiliki kriteria tertentu. Demikian dinyatakan mantan pelaku terorisme Bahruddin alias Amir dalam Pelatihan Penguatan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Kota Surakarta, Jawa Tengah akhir Oktober lalu.

Amir menjelaskan dalam pandangan Ibnu Taimiyah amar ma’ruf nahi mungkar harus dilakukan dengan kemampuan. Menurut Ibnu Taimiyah, kata Amir, ukuran kemampuan ketika ingin melakukan amar ma’ruf nahi mungkar maka harus mendatangkan maslahat/kebaikan, jika amar ma’ruf nahi mungkar justru menimbulkan kemungkaran yang sama atau kemungkaran yang lebih besar maka dianggap tidak mampu menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

“Jika menimbulkan kemungkaran lagi maka hukumnya haram dan kita justru akan mendapatkan dosa,” ujar Amir.

Baca juga Mengajak Tokoh Agama Menjadi Barisan Perdamaian

Amir pun mengutip al-Imam Sufyan as-Tsauri tentang ciri atau kriteria seseorang yang bisa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Menurut Sufyan ats-Tsauri, ciri orang yang layak menegakkan amar ma’ruf nahi munkar adalah lemah lembut dalam memerintah dan melarang, adil dalam memerintah dan melarang (termasuk pada diri sendiri), serta memiliki ilmu yang cukup tentang apa yang diperintahkan dan dilarang, karena mereka harus benar-benar tahu batasannya agar tidak salah dalam berdakwah dan bisa menjadi contoh teladan. 

“Itu ciri orang yang bisa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Sementara kami dahulu belum masuk kategori dan memiliki ciri seperti itu. Banyak dari kalangan kami yang mempelajari ilmu agama masih dangkal bahkan ada yang tidak bisa membaca doa keluar dan masuk kamar mandi tapi sudah berani mengkafirkan orang lain,” tuturnya.

Amir menceritakan dahulu  ia dan kelompoknya memahami amar ma’ruf nahi mungkar sebagai pokok agama, bukan sebagai kewajiban agama. Dahulu ia memahami amar ma’ruf nahi mungkar dengan berjihad memerangi orang-orang kafir dan orang-orang yang dikafirkan.

Baca juga Jangan Putus Asa Mengampanyekan Perdamaian

“Kalau pokok agama itu harus dilaksanakan apapun keadaanya, jika tidak dilaksanakan maka bisa menggugurkan keimanan. Sementara kewajiban agama itu diukur dengan kemampuan, jika tidak mampu maka tidak wajib dilakukan,” tegas Amir.

Dahulu Amir dan kelompoknya meyakini amar ma’ruf nahi mungkar mau tidak mau harus dilakukan, jika tidak bisa dengan senjata maka dengan ludah pun harus dilakukan. Menurut Amir, disitulah letak kesalahan pemahamannya dahulu.

“Niat baik itu tidak cukup dalam menjalankan ibadah. Niat baik juga tidak bisa melegalkan kemungkaran. Tujuan amar ma’ruf nahi mungkar adalah mendatangkan maslahat,” tandas Amir. [AS]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *