Penyintas Terorisme Berkisah di Depan Ulama Riau
Aliansi Indonesia Damai- Dalam rangka menyebarkan benih-benih perdamaian melalui pendekatan ibroh (pembelajaran), AIDA menghadirkan Hayati Eka Laksmi, penyintas Bom Bali 2002, untuk berbagi kisah ketangguhan di hadapan para tokoh agama Islam di Pekanbaru, Riau, akhir Mei silam.
Dalam kegiatan Halaqah Alim Ulama bertajuk “Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh” yang digelar AIDA bersama Universitas Islam Riau (UIR), Hayati Eka menceritakan perjuangan hidupnya usai saang suami, Imawan Sardjono, meninggal dalam peristiwa Bom Bali, Oktober 2002.
Baca juga Mantan Napiter Bertutur di Hadapan Ulama Riau
Awalnya Eka tidak pernah sedikit pun menyangka bakal terjadi peristiwa yang begitu mengenaskan di Bali, karena selama ini wilayah Pulau Dewata itu dikenal harmonis dan damai. Eka baru mengetahui ada pengeboman ketika rekan suaminya datang ke rumah memberikan kabar. Ia buru-buru menyalakan televisi untuk mengecek kevalidan berita tersebut. Tubuh Eka gemetar setelah mengetahui kedamaian Bali dirusak oleh teror yang begitu mencekam.
Eka bergegas ke lokasi kejadian untuk mencari suaminya. Saat itu, ia masih mencoba berpikir positif bahwa suaminya selamat dari ledakan dahsyat tersebut. Namun harapan Eka runtuh tatkala menemukan mobil yang digunakan suaminya hancur lebur dan hanya meninggalkan bagian plat nomornya saja.
Baca juga Pesan Ketua MUI untuk Tokoh Agama Riau
“Tadinya ketika saya mendapat informasi soal bom, saya berdoa semoga suami saya bisa ketemu dalam keadaan hidup. Mungkin saat ini dia butuh pertolongan saya dan saya harus berada di sampingnya. Tapi begitu melihat hanya plat nomor mobilnya yang tersisa, mobilnya saja sudah begitu, bagaimana orang di dalamnya,” tutur Eka.
Seminggu setelah kejadian, Eka menemukan jasad suaminya. Untuk memastikan, ia melakukan tes DNA. Dari hasil pemeriksaan, dipastikan diketahui bahwa potongan tubuh itu benar milik suaminya. Eka dan keluarga diliputi kesedihan yang mendalam. Eka sendiri bahkan terpuruk sampai depresi.
Baca juga Menyambung Lidah Perdamaian
“Saya mengalami depresi. Saya sempat menangis di tengah jalan, saat saya pergi melamar kerja dengan motor. Karena saya tidak berani nangis di rumah, jadi saya nangis di tengah jalan. Suatu ketika saya histeris, tidak tahan, dan ingin mengeluarkan semuanya,” Eka mengenang masa kelamnya.
Eka sejatinya ingin para pelaku merasakan rasa sakit yang ia alami. Namun ia teringat, balas dendam tidak akan menyelesaikan masalah. “Saya bilang dalam hati, kalau (balas dendam) itu saya lakukan, saya sama buruknya dengan mereka. Saya ingin mulia di mata Allah dengan cara memaafkan. Apa yang terjadi mungkin sudah menjadi skenario Allah. Dengan tidak adanya suami pun, tidak berarti dunia ini runtuh,” tegas Eka.
Salah satu peserta mengaku tersentuh mendengar kisah Eka. Ia mendoakan agar suami Eka diberi ganjaran surga dan keluarga Eka selalu diberi kesabaran. [FAH]
Baca juga Korban dan Kerusakan Akibat Terorisme