20/06/2022

Pesan Ketua MUI untuk Tokoh Agama Riau

Aliansi Indonesia Damai- AIDA menggelar kegiatan Halaqah Alim Ulama bertajuk “Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh” di Pekanbaru, Riau, pada akhir Mei 2022 lalu. Kegiatan diikuti oleh para tokoh agama Islam di provinsi Riau.

Bergabung secara daring dalam kegiatan tersebut adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, K.H Muhammad Cholil Nafis. Ia merasa bahagia dengan pertemuan itu. Pasalnya berkumpulnya ulama adalah bentuk kepedulian terhadap bangsa, sekaligus wujud pelayanan kepada umat.

Baca juga Menyambung Lidah Perdamaian

“Jadi ulama mempunyai kepentingan untuk mengabdi kepada umat. Tidak sekadar intelek, tapi ketika bicara ulama, lebih pada sifatnya tugas-tugas keumatan. Tidak cukup kita menjadi orang saleh, tapi menjadi muslih. Tidak cukup kita menjadi orang baik, tapi harus memperbaiki orang lain,” tuturnya.

Selain menjadi pembimbing umat, dalam hemat Cholil, ulama juga harus menjadi sodiqul hukumah, alias mitra pemerintah. Ulama tidak seharusnya memusuhi pemerintah, apalagi mengajak umat untuk melakukan hal yang sama. Jika memang ada hal-hal yang kurang disepakati, sebaiknya disampaikan dengan kritik yang tujuannya untuk kebaikan, bukan memupuk kebencian. Cholil menyayangkan terjadinya perpecahan di kalangan umat akibat persoalan semacam itu.

Baca juga Korban dan Kerusakan Akibat Terorisme

“Yang menjadi ancaman bagi kita akhir-akhir ini adalah persoalan ukhuwah. Baik ukhuwah Islamiyah, clash antarumat Islam, maupun ukhuwah wathaniyah, ukhuwah kebangsaan kita. Yang banyak salah paham di antara kita adalah soal memaknai ukhuwah wathaniyah ini, bahwa bernegara itu harus homogen, hanya ada satu agama, (yaitu) Islam saja,” ucap Cholil.

Pandangan tersebut menimbulkan implikasi serius bagi relasi antar anakbangsa. Bagi yang tidak bisa menerapkan Islam secara utuh, maka akan dianggap tidak Islam. Mereka mencari celah untuk melebarkan perbedaan. Padahal menurut Cholil, ketika Rasulullah SAW mendirikan Negara Madinah, pasal pertama yang tercantum dalam konstitusi bernama Piagam Madinah kala itu berbunyi “innahum ummatun wahidatun min dunin nas” yang artinya mereka adalah umat yang satu.

Baca juga Membalas Ketidakadilan dengan Kekeliruan

“Oleh karena itu pilihan kita menjadi NKRI itu sudah sangat dekat dengan negara Madinah pimpinan Rasulullah. Indonesia dengan UUD 1945-nya mirip dengan Piagam Madinah. Jadi sebenarnya negara kita ini sudah sesuai ajaran Islam. Bahwa ada kekurangan, pelanggaran, atau maksiat, di situlah kewajiban kita (untuk) amar ma’ruf nahi munkar,” katanya.

Cholil mendorong para tokoh agama Riau untuk mengambil ibroh dari apa yang marak terjadi saat ini. Masih banyak yang salah dalam memahami konteks negara Islam, sampai-sampai berani menjadi martir bunuh diri. Baginya, perjuangan umat Islam seharusnya menghidupkan, bukan mematikan. Indonesia saat ini sudah berada dalam suasana yang aman. Keamanan itu harusnya dijaga, bukan malah dikacaukan dengan aksi-aksi kekerasan.

Baca juga Dialog Tokoh Agama Wajo dengan Mantan Napiter

Mengutip Al-Mawardi, penulis Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, Cholil menjelaskan bahwa tugas bernegara adalah meneruskan misi kenabian, yaitu menjaga agama dan stabilitas sosial. Ketentraman akan tercipta dengan persatuan dan persaudaraan. Di situlah pentingnya merangkai ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah.

“Terakhir, saya ingin menyampaikan bahwa agama dan negara bagaikan dua saudara kembar. Kita tidak boleh memisahkan agama dari negara, dan negara tidak boleh memisahkan diri dari agama. Oleh karena itu, mari kita para ulama sekalian, niatkan untuk menyumbangkan yang terbaik untuk bangsa dan negara kita,” kata Cholil memungkasi paparan. [FAH]

Baca juga Mendorong Narasi Keagamaan yang Damai

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *