14/01/2022

Korban dan Kerusakan Akibat Terorisme

Aliansi Indonesia Damai- Berbagai tindakan terorisme di Indonesia telah melahirkan banyak korban menderita. Tidak hanya kesedihan ditinggal oleh orang-orang tercinta, akan tetapi para korban juga mengalami dampak psikis, fisik, sampai masalah ekonomi. Sementara bagi masyarakat sekitar, kekerasan terorisme berdampak pada kerusakan fasilitas publik dan mengoyak ketenangan masyarakat.

Deputi Direktur AIDA, Laode Arham mengatakan, korban adalah pihak yang paling menderita akibat tindakan terorisme. Secara umum kekerasan terorisme menimpa orang-orang yang tidak punya masalah dengan pelakunya, namun mereka harus menderita dan acapkali terabaikan. “Peristiwa terorisme sangat terasa sekali dampaknya bagi para korban,” kata Laode saat memberi sambutan dalam acara diskusi dan bedah buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya, September tahun 2021 lalu.

Baca juga Membalas Ketidakadilan dengan Kekeliruan

Acara yang digelar AIDA bekerjasama dengan KUA/Penyuluh Agama Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan itu merupakan tindak lanjut dari kegiatan AIDA sebelumnya, yaitu Halaqah Alim Ulama dan Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama Sulawesi Selatan. Acara digelar secara virtual dan dihadiri lebih dari seratus tokoh masyarakat dan pengurus KUA Enrekang.

Hadir dalam acara itu narasumber yang terdiri dari mantan pelaku dan korbannya. Mereka berkisah tentang pengalaman hidup pernah menjadi pelaku terorisme dan terdampak sebagai korbannya. Laode melihat kehadiran dua belah pihak sebagai pembelajaran bersama untuk lebih peduli terhadap perdamaian. “Kisah mereka menjadi ibroh dan pembelajaran, bagaimana kita hidup dalam bangsa dan masyarakat yang beragam,” ucap pria asal Sulawesi itu.

Baca juga Dialog Tokoh Agama Wajo dengan Mantan Napiter

Dalam paparannya Laode menekankan bahwa ketenangan dan kedamaian adalah kebutuhan mendasar bagi masyarakat. Akan tetapi, ketenangan itu dinilai tidak akan terwujud tanpa adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga kedamaian di lingkungan masing-masing. “Kegembiraan dan kebahagiaan tidak mungkin kita nikmati, manakala daerah kita dilanda aksi terorisme. Adanya Covid saja sudah membuat keadaan kita tidak enak,” ungkapnya.

Menurut Laode, umat Islam mesti melihat kisah-kisah korban dan pelakunya sebagai ayat-ayat Allah yang nyata. Ia menilai umat Islam tidak hanya diperintahkan untuk membaca ayat-ayat qauliyah di dalam teks-teks Al-Quran semata, akan tetapi juga ayat-ayat kauniyah yang tampak dalam setiap kejadian. “Kehadiran mantan pelaku dan korban adalah kisah-kisah nyata yang harus kita baca sebagai ayat-ayat kauniyah, sehingga kita bisa menyerap inspirasi,” tandasnya.

Baca juga Mendorong Narasi Keagamaan yang Damai

Laode lantas menyoroti beberapa peristiwa kekerasan yang terjadi di wilayah Makassar dan Sulawesi Selatan. Dari berbagi peristiwa itu ia mengajak partisipan untuk lebih peduli terhadap isu terorisme, sehingga masyarakat lebih waspada terhadap ancaman aksi-aksi serupa. “Makassar daerah yang strategis bagi orang yang pernah melakukan aksi-aksi kekerasan. Karena itu penting bagi kita menjaga perdamaian,” ucapnya.

Di akhir sambutannya, Laode berharap kehadiran mantan pelaku dan korbannya dapat menjadi mutiara hikmah bagi kalangan tokoh agama. Karena itu, pesan-pesan mereka mesti disampaikan kepada khalayak luas.“Manfaat ini kita tularkan kepada masyarakat dan rekan-rekan kita semua, sehingga kita bisa betul-betul lebih peduli terhadap kehidupan yang damai,” pungkasnya. [AH]

Baca juga Ketua Baznas Wajo: Kisah Penyintas Menggugah Kemanusiaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *