Mantan Pelaku Terorisme, Iswanto
Home Berita Kisah Mantan Pelaku, dari Senjata ke Pulpen
Berita - 22/11/2018

Kisah Mantan Pelaku, dari Senjata ke Pulpen

ALIANSI INDONESIA DAMAI – “Dulu saya sering memegang senjata, sekarang saya banyak memegang pulpen,” ujar Iswanto dalam Seminar dan Bedah Buku Jangan Putus Asa: Ibroh dari Kehidupan Teroris & Korbannya di Universitas Jember akhir April 2018.

Iswanto ialah seorang mantan pelaku terorisme. Bertahun-bertahun dia hidup dalam ideologi kekerasan, menjadi anggota kelompok teroris internasional Jemaah Islamiyah. Setelah menyadari banyak doktrin kelompoknya yang bertentangan dengan ajaran Islam, dia memutuskan untuk meninggalkan dunia kekerasan.

Pemuda asal Lamongan, Jawa Timur ini merombak ulang pemahamannya tentang jihad. Dia mengatakan itu bukan hal mudah, sebab sejak remaja dia diajari oleh guru-gurunya bahwa jihad adalah perang, mengangkat senjata, melakukan kekerasan terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh Islam. Termasuk di antara yang dianggap musuh dalam pemahaman yang diajarkan kepadanya adalah pemerintah Indonesia yang dianggap tidak berdasarkan Islam. Kelompoknya dahulu memang ingin mengubah sistem negara Indonesia menjadi berlandaskan Islam.

“Dulu waktu sekolah kalau hari Senin saya selalu cari alasan untuk tidak ikut upacara bendera karena saya diajarkan untuk tidak suka dengan bendera merah putih. Saya juga sering bolos mata pelajaran kewarganegaraan,” kata dia.

Keraguannya pada ideologi yang diajarkan guru-gurunya muncul ketika dia diminta untuk merahasiakan sepak terjang kelompoknya di dunia kekerasan kepada keluarga. Bahkan, saat anggota keluarganya meninggal dunia, dia tidak diberitahu.

Iswanto mulai meninggalkan jalan kekerasan setelah disadarkan oleh gurunya yang dahulu merekrutnya untuk bergabung dengan kelompok kekerasan. Beberapa tahun setelah itu dia dipertemukan dengan penyintas aksi teror dalam kegiatan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Lamongan. Dia mengaku semakin kukuh tekadnya untuk meninggalkan dunia kekerasan setelah menyaksikan dampak aksi teror pada diri penyintas.

Selain itu, keputusannya keluar dari kelompok teroris juga dilatari oleh keinginannya untuk melanjutkan studi yang sempat terbengkalai selama bergelut dengan kelompok kekerasan.

“Inspirasi saya keluar dari jaringan ini, saya sekolah lagi. Saya ikuti ujian persamaan untuk mendapat ijazah SMA, kemudian saya lanjut ambil S1 dan S2,” ujar Iswanto. Dia memperkaya bacaan dan mengkaji ulang makna jihad, di mana disebutkan bahwa makna jihad sangat luas, tidak terbatas pada perang. Iswanto meyakini bahwa menuntut ilmu dengan niat tulus ikhlas juga merupakan jihad.

Tak lagi hidup di dunia kekerasan, Iswanto kini menjadi guru profesional bahkan telah lulus sertifikasi. Selain itu dia pun turut serta menjadi Tim Perdamaian AIDA untuk mempromosikan perdamaian dan menolak segala bentuk ideologi berbasis kekerasan.

Berjihad melalui perjuangannya dalam menuntut ilmu menjadi titik balik kehidupan Iswanto. Kesungguhannya mempelajari ilmu dari banyak guru, tidak cuma seorang, membuat sudut pandang keagamaannya semakin kaya. Berdasarkan pengalamannya, doktrin-doktrin kekerasan dari kelompoknya dulu membentuknya sangat anti terhadap pemerintah dan umat pemeluk agama lain. Namun, setelah mengkaji ulang kitab-kitab rujukan yang sahih, dia kini memahami bahwa Islam tidak melarang umat muslim berbuat baik kepada pemeluk agama lain sebatas tidak melakukan kezaliman.

Usaha Iswanto untuk memperkaya pemahamannya dengan belajar lagi menyelesaikan pendidikan bahkan hingga jenjang magister, mengingatkan kita pada perintah Allah tentang mencari ilmu yang akan mengangkat derajat hamba-Nya.

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: ‘Berdirilah’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujadilah: 11).

Firman Allah di atas mengandung seruan kepada setiap orang yang beriman tentang kewajiban menuntut ilmu, tidak terbatas ilmu agama tetapi juga pengetahuan atau sains secara umum. Hendaknya juga kita memberikan kemudahan bagi orang lain dalam memperoleh ilmu, sebab Allah Swt. akan memudahkan urusan dunia dan akhirat bagi yang memudahkan kesulitan orang lain. Orang yang beriman dan berilmu akan diberikan derajat yang tinggi di sisi-Nya. [MSH]