Gelora Perdamaian dari SMKN 1 Lamongan
Aliansi Indonesia Damai- Kampanye perdamaian kepada generasi muda penting digencarkan karena mereka adalah penerus peradaban bangsa di masa depan. Apalagi dalam perkembangan mutakhir, kondisi-kondisi yang jauh dari kata damai bahkan cenderung menjurus ke arah kekerasan masih marak terjadi di kalangan muda. Ketangguhan pemuda harus terus diasah agar semakin kuat menghadapi berbagai tantangan perdamaian.
Dalam kerangka tersebut, Aliansi Indonesia Damai (AIDA) menyelenggarakan Dialog Interaktif bertema “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMKN 1 Lamongan, Selasa (19/2/2019). Menurut Kepala Sekolah, Drs Tri Waluyo, M.Pd, kegiatan ini penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pelajar akan pentingnya menjaga kedamaian. “Kegiatan ini diharapkan bisa mengantisipasi gerakan yang mengancam generasi muda,” ujarnya saat memberikan sambutan.
Waluyo mengatakan bahwa pihaknya telah membekali para siswa dengan pendidikan karakter sesuai program pendidikan nasional. Pendidikan karakter itu meliputi spirit kebangsaan yang kuat, ketangguhan diri, kebersamaan, dan taat dalam beragama. Ia berharap agar para siswa bisa membentengi diri dari berbagai hal yang mengancam kedamaian. “Sekolah telah berikhtiar untuk mengantisipasi perkembangan mutakhir melalui lima pendidikan karakter, yakni nasionalisme, kemandirian, gotong royong, integritas, dan religius,” jelasnya.
Dari kegiatan Dialog Interaktif, salah seorang siswa SMKN 1 Lamongan merasa memperoleh banyak ilmu dan pengalaman dari para narasumber yang terdiri dari mantan pelaku terorisme dan korbannya. Ia menyadari bahwa dalam hidup, perdamaian adalah barang mahal yang tak ternilai harganya. “Kegiatan ini memberikan saya pembelajaran agar menjadi generasi tangguh dan memberikan contoh-contoh yang baik kepada teman-teman yang lain. Dalam hidup, perdamaian itu amat penting,” ujarnya.
Seorang siswa lainnya juga mengaku terkesan atas ketangguhan para korban terorisme yang ikhlas menerima musibah yang menimpa. Melalui kisah korban, ia mengaku bisa belajar akan pentingnya kesabaran dalam hidup. Setelah menyimak kisah korban, ia bertekad ke depan akan menjalani hidup dengan rasa syukur dan keikhlasan. “Hidup itu tantangan. Menjalani hidup harus sabar, ikhlas dan selalu bersyukur. Dan yang tak kalah penting, menjalani hidup harus dengan senyuman,” paparnya.

Sebelumnya, korban Bom Bali 2002, Ni Wayan Rasni Susanti, yang menjadi narasumber dalam kegiatan berpesan agar para pelajar di SMKN 1 Lamongan bisa menjadi generasi harapan bangsa. Ia mengingatkan bahwa kekerasan berdampak buruk terhadap orang lain. Hal itu ia rasakan saat serangan teror bom di Legian, Bali pada 12 Oktober 2002 merenggut nyawa suaminya, alm. I Made Sujana. Karena itu, Rasni mengajak para siswa peserta Dialog Interaktif agar menanamkan sikap cinta kasih kepada sesama. “Kekerasan bisa merusak atau merugikan orang lain. Tanamkan cinta kasih di setiap pikiran, perkataan dan perbuatan,” ujarnya.
Mantan pelaku terorisme yang telah bertobat, Choirul Ihwan, juga berpesan agar generasi muda membentengi diri dari pemahaman keagamaan yang ekstrem. Ia pun mengingatkan agar para pelajar selalu menghargai kasih sayang orang tua serta menjaga hubungan baik dengan saudara dan kerabat. Dari pengalamannya, ia mengakui bahwa salah satu penyebab ia terjerat paham terorisme karena mengabaikan keluarga. “Dulu saya menganggap keislaman keluarga saya tidak betul dan saya memilih bergabung dengan kelompok ekstrem. Saya berpesan, jangan sampai adik-adik menjadi seperti saya dahulu,” kata dia. [AH]