Dialog Interaktif bertema Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh di SMAN 1 Singosari
Home Berita Merawat Perdamaian Untuk Masa Depan Indonesia
Berita - 02/05/2019

Merawat Perdamaian Untuk Masa Depan Indonesia

“Saya bertemu salah satu korban bom yang kehilangan kedua kakinya. Dia cerita bagaimana susahnya hidup tanpa kedua kaki, bahkan dia tunjukkan video waktu dia belajar jalan dengan kaki palsu. Kemudian saya bayangkan, seandainya itu terjadi pada keluarga saya, bagaimana?”

Demikian Iswanto, mantan anggota jaringan terorisme, mengungkapkan dalam acara Dialog Interaktif bertema Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh di SMAN 1 Singosari, Kabupaten Malang, pertengahan Maret lalu. Kegiatan yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) itu bertujuan untuk mendorong semangat generasi muda agar memperkuat ketangguhan diri dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk penyebaran paham kekerasan.

Mengetahui dampak terorisme terhadap orang-orang yang menjadi korban, Iswanto menyesal pernah terlibat dengan kelompok kekerasan. Ia mengaku telah bertobat dan kini aktif turut serta dalam kampanye perdamaian di berbagai sekolah bersama AIDA. Ia berbagi kisah tentang pengalaman masa lalunya terjerumus ke dalam paham keagamaan yang ekstrem sejak usia remaja. Selain didoktrin untuk membenci umat beragama lain, ia juga diajari cara-cara membuat bom.

Namun demikian, semua itu telah menjadi masa lalu baginya. Iswanto telah menyadari bahwa aksi terorisme berdampak sangat buruk dan destruktif. Ia juga telah meminta maaf  kepada para korban bom yang harus menanggung dampak dari aksi teror yang dilancarkan oleh kelompoknya dahulu. Kini ia memilih untuk mengisi kehidupannya dengan hal-hal yang positif. Di samping membuka usaha toko kelontong, sehari-hari Iswanto mengajar di sebuah sekolah di Lamongan, serta secara berkala menjadi pembimbing haji dan umroh. Ia tidak hanya bertekad menjauhi pemikiran atau tindakan kekerasan, tetapi juga membuktikan bahwa jalan hidup yang damai bisa memberikan banyak manfaat untuk masyarakat.

Di hadapan siswa peserta Dialog Interaktif di SMAN 1 Singosari, Iswanto berpesan agar pandai-pandai dalam memilih guru dan teman. Pasalnya, teman dan guru sangat berpengaruh besar terhadap sikap dan pemikiran seseorang. Menurutnya, teman dan guru yang baik adalah mereka yang mengajak kepada kebaikan dan senantiasa mengedepankan perdamaian dalam segala hal.

Dalam kesempatan yang sama, seorang korban Bom Bali yang terjadi pada 12 Oktober 2002, Nyoman Rencini, juga berbagi kisah ketangguhan kepada para siswa. Ia kehilangan suami karena menjadi salah satu korban meninggal dalam peristiwa mengerikan itu. Sejak ditinggal sang suami, Rencini menjadi tulang punggung keluarga. Jalan tak mudah harus ditempuhnya dalam berjuang sendiri membesarkan ketiga anak perempuannya yang waktu itu masih kecil-kecil.

Atas takdir yang terjadi dalam hidup, Rencini mencoba untuk selalu ikhlas. Ia mengaku sangat bersyukur bisa mencukupi kebutuhan dan pendidikan anak-anaknya. Kepada pelaku terorisme, ia memilih untuk tidak mendendam. Justru ia telah memaafkan para pelaku. Ia berharap para mantan pelaku yang telah bertobat bisa mengajak rekan-rekannya dahulu untuk meninggalkan dunia terorisme menuju jalan perdamaian.

Terkhusus kepada para siswa peserta Dialog Interaktif, Rencini berpesan agar serius menuntut ilmu, belajar dengan rajin sehingga menjadi kebanggaan dan kebahagiaan orang tua.

Sebagian siswa peserta DIalog Interaktif mengutarakan gagasan seusai kegiatan. Seorang siswi berpendapat bahwa kondisi kehidupan yang damai merupakan kebutuhan asasi bagi masyarakat. Ia sangat menyayangkan adanya segelintir orang yang melakukan aksi terorisme hingga menghilangkan banyak nyawa. “Saya menjadi lebih mengerti keadaan korban dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan itu. Saya biasanya melihat di televisi, mengapa harus ada kekerasan. Mengapa harus ada terorisme, sedangkan dengan perdamaian kita bisa melanjutkan hidup dengan baik?” ujarnya.

Di pengujung acara, Deputi Direktur AIDA, Laode Arham, menekankan kembali tentang pembelajaran yang dapat diambil dari kisah korban dan mantan pelaku. Di antaranya, yaitu tidak membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan, semangat bangkit dari keterpurukan, serta keikhlasan dalam memaafkan tanpa dendam. “Inilah ibroh yang dapat diambil dari kisah mantan pelaku dan korbannya sebagai bekal bagi generasi muda untuk merawat kedamaian Indonesia hingga masa depan,” ujarnya. [SWD]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *