09/01/2024

Ali Fauzi; dari Lingkar Kekerasan ke Lingkar Perdamaian

Selalu riang dan optimis, peduli dan merangkul. Banyak yang simpati dan mendukungnya, namun tak sedikit pula yang membenci dan memusuhinya. Itulah sosok Ali Fauzi, pendiri dan ketua Yayasan Lingkar Perdamaian Lamongan (YLP). Kini ia telah menghapus jejak lamanya sebagai eks simpatisan organisasi teroris internasional Al-Qaidah.

Lingkar kekerasan

Lahir dan besar di desa Tenggulun, kecamatan Solokuro, berjarak sekira 9 km dari bibir pantai utara Lamongan, Ali Fauzi adalah orang yang sederhana, membumi dan inklusif. Latar belakang pendidikannya adalah pondok pesantren yang sama sekali tidak mengajarkan doktrin ekstremisme.

Surat dari abangnya, Mukhlas, di tahun 1991 mengubah jalan hidupnya: dari orang biasa di bawah langit, menjadi pentolan organisasi bawah tanah. Surat itu pun membawanya ke Malaysia, bergabung dengan afiliasi Al-Qaidah di Asia Tenggara: Jemaah Islamiyah yang bergerak secara sirri (rahasia); yang mengusung ideologi, gerakan, dan panji-panji yang ingin mengubah dunia.

Baca juga Sepekan Bersama Eks Napiter

Ali Fauzi dan abang-abangnya (Mukhlas, Ali Imran, Amrozi) kemudian menjadi pelaku ragam aksi kekerasan. Ali terlibat dalam berbagai perang di Filipina Selatan dan di kawasan Timur Indonesia: Ambon dan Poso.

Ketiga abangnya merupakan aktor utama serangan Bom Bali 2002. Mereka bisa dikatakan “guru” para pelaku aksi terorisme di Indonesia, kebanyakan telah menghuni jeruji besi.

Mukhlas, Ali Imran, Amrozi ditangkap aparat polisi tahun 2003. Ali Fauzi tertangkap di Filipina tahun 2004 lalu diekstradisi ke Indonesia tahun 2007 dengan keadaan yang sangat payah, cederanya sangat parah. Ia diamankan polisi Indonesia dalam kondisi sekarat.

Baca juga Penderitaan Korban Menyayat Batinnya

Tetapi “musuh-musuhnya” itu memerlakukan Ali Fauzi bak saudara: penuh kasih dan kemanusiaan. Takdir hidupnya pun kembali berubah. Perlahan, Ali Fauzi memandang dunia ini tidak lagi mukmin-kafir. Dulu aparat polisi dilihat sebagai setan thogut, kini menjadi sahabat.

Titik balik

Ali Fauzi pun seperti terlahir kembali. Abangnya Ali Imran juga telah memerintahkan seluruh murid-muridnya, termasuk adiknya, Ali Fauzi, untuk meninggalkan ideologi ekstrem, kembali pada pangkuan NKRI. Namun itu tidak mudah. Tidak sedikit yang membangkang dan masih mengejar aparat polisi dan orang-orang kafir sebagai target serangan teror. 

Dunia jaringan terorisme berkembang dan berubah drastis dengan munculnya ISIS di dunia internasional dan berbagai pendukung serta afiliasinya di Indonesia: JAD, JAK, MIT, dan lain-lain. Sebagian dari pentolan mereka adalah bekas murid Ali Fauzi.

Baca juga Menuju Kedamaian yang Kafah

“Ya Allah, dosa apa yang telah saya wariskan ke mereka,” Ali Fauzi sempat melangitkan keluh kesahnya suatu hari di tahun 2013. Ali Fauzi memikirkan dan bertekad kuat untuk tidak lagi diam membisu. Ia merencanakan sesuatu, mengembalikan murid-muridnya ke jalan kebenaran dan perdamaian. Sejak saat itu, ia pun kerap muncul di TV, di berbagai forum nasional dan internasional, di kampung-kampung dan kota untuk menyampaikan siapa kelompok teror ini, pemahaman dan ideologi mereka, serta bahayanya bagi agama, masyarakat, dan negara.

Ali Fauzi kemudian bergabung sebagai tim perdamaian AIDA di tahun 2014, bahu membahu bersama korban terorisme untuk mempromosikan pesan damai di berbagai forum. Ali Fauzi telah meminta maaf kepada puluhan korban teorisme, mereka pun menerima dan merangkulnya dengan hati yang legawa, termasuk beberapa korban Bom Bali yang menganggap Ali Fauzi sebagai teman karib, saling kunjung dan silaturahmi kerap dilakukan.

Menuju lingkar perdamaian

Sementara tangan negara tidak selalu berhasil menumpas ideologi dan kelompok teroris, Ali Fauzi dan kawan-kawan kemudian berinisiatif untuk lebih berperan strategis mengajak kawan-kawan mereka yang masih keras untuk bertobat dan kembali ke masyarakat.

Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) pun berdiri pada suatu senja di bulan November 2016 di Lamongan. Pada Maret 2017, Ali Fauzi mengumumkan kepada publik tentang berdirinya YLP bersamaan dengan acara peletakan batu pertama pembangunan TPA Plus dan renovasi Masjid Baitul Muttaqin, Desa Tenggulun, satu kompleks dengan markas YLP.

Baca juga Ketika Ekstremis Mengaku Khilaf (Bag. 1)

Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat negara, tokoh masyarakat, dan puluhan mantan kombatan/napiter. Belasan jurnalis media massa meliput acara tersebut. Segera hal itu menjadi berita besar di dalam dan luar negeri.

Sejak saat itu, YLP menjadi salah satu lembaga yang melakukan kegiatan deradikalisasi berbasis komunitas, ikut membina narapidana teroris di Lapas-lapas, memfasilitasi proses reintegrasi sosial para mantan napiter dan kombatan serta keluarga mereka, dan mempromosikan perdamaian. Kini YLP membina ratusan lebih mantan napiter dan kombatan di Lamongan dan sekitarnya. Sejumlah napiter di Lapas juga masih berada dalam pembinaan dan monitoring YLP.

Baca juga Ketika Ekstremis Mengaku Khilaf (Bagian 2- terakhir)

Ali Fauzi kerap berseloroh, YLP ini adiknya AIDA. Ucapan tersebut bukan tanpa alasan. Tiga pendiri YLP merupakan tim perdamaian AIDA: Ali Fauzi, Iswanto dan Sumarno. AIDA beberapa kali bermitra dengan para pendiri YLP di berbagai kegiatan. Kegiatan YLP juga kerap mendatangkan dan melibatkan korban terorisme.

Para mantan adalah subyek pembangunan dan perdamaian. Deradikalisasi berbasis yayasan mantan pelaku terorisme merupakan keniscayaan dan sangat strategis. Kisah-kisah mantan pelaku dan korban terorisme adalah inspirasi: dari lingkar kekerasan ke lingkar perdamaian.

Baca juga Saat Napiter “Kehilangan” Anaknya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *