Home Pilihan Redaksi Setiap Ujian Pasti Ada Jalan Keluar
Pilihan Redaksi - Suara Korban - 09/10/2019

Setiap Ujian Pasti Ada Jalan Keluar

“Setiap saya melihat mobil boks, saya merasa takut, saya cemas,” ungkap Albert Christiono Simatupang, salah seorang korban Bom Kuningan 2004. Aksi teror bom di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan itu memang telah lama berlalu, namun dampak yang dideritanya masih terasa.

Aliansi Indonesia Damai- Kejadian itu menyebabkan luka di kepalanya. Sepotong logam serpihan dari bom bersarang di kepala bagian belakangnya. Akhir 2016, setelah 12 tahun lebih tragedi bom terjadi, Albert kembali merasakan sakit dan harus menjalani operasi kepala. Ia mengaku sangat bersyukur masih diberi kekuatan untuk menjalani kehidupan.

Menengok ke belakang, hari Kamis 9 September 2004 pagi, Albert diminta ayahnya untuk mengambil dokumen pengiriman barang di daerah Kuningan. Pekerjaan itu merupakan tugas selingan di sela-sela jadwal kuliahnya di program studi profesi akuntan di Universitas Indonesia.

Albert menaiki bus kota Kopaja untuk menuju ke Kuningan. Ketika sampai di depan gedung Plaza 89, terdengar ledakan yang sangat kencang. “Kaca-kaca gedung hancur, padahal jarak saya dengan lokasi cukup jauh,” tuturnya. Belakangan diketahui sumber ledakan adalah sebuah mobil boks bermuatan bom yang menyasar kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Australia yang tepat berada di seberang Plaza 89.

Baca juga Memompa Ketangguhan Generasi Muda Indramayu

Pemuda bersuku Batak itu mengingat, asap tebal membuat wilayah di sekitar titik ledakan gelap gulita. Tak terkecuali Kopaja yang ditumpanginya, semuanya menjadi tak terlihat karena penuh asap. Albert pun berusaha turun dari bus untuk mencari pertolongan karena kepalanya sudah bercucuran darah.

Seorang pengemudi ojek memberikan pertolongan, membawanya menuju rumah sakit terdekat. Sayangnya, rumah sakit paling dekat di kawasan itu adalah RS. Mata Aini. Petugas medis berupaya membantunya, menahan pendarahan di kepalanya. Namun, karena rumah sakit tersebut khusus untuk pengobatan mata, maka penanganan yang diberikan juga tak banyak. Setelah beberapa waktu Albert pun dibawa ke rumah sakit lain yang lebih lengkap, yaitu RS. St. Carolus Jakarta. Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa terdapat serpihan logam di dalam kepala Albert.

Pihak keluarga sempat resah dengan besarnya biaya pengobatan yang harus ditanggung. Semua cara diupayakan, mulai dari mengumpulkan sisa tabungan pribadi sampai meminjam uang dari sanak saudara.

Albert ialah pribadi yang sangat agamis. Sejak kecil ia dididik bahwa dalam setiap ujian yang diberikan Tuhan, pasti ada jalan keluarnya. Keyakinan itu ia tanamkan dalam hati sembari terus berupaya agar segera terkumpul dana yang cukup untuk menanggung biaya pengobatannya. Di tengah harapan dan kebingungan itulah pertolongan Tuhan tiba. Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa pemerintah akan menanggung seluruh biaya pengobatannya. Albert dan keluarganya pun merasa sangat bersyukur lantaran proses operasi pengangkatan logam dari dalam kepalanya dapat segera dilakukan.

Baca juga Belajar Memaafkan dan Mengakui Kesalahan dari Korban dan Mantan Teroris

Proses penyembuhan Albert dari operasi serta luka-luka lain akibat bom memakan waktu kira-kira 23 hari. Perawatannya melibatkan dokter, psikiater, dan psikolog. Bagi Albert, dukungan dari dosen, teman-teman, keluarga, pihak pemerintah, pihak Kedubes Australia, serta orang-orang terdekatnya sangat membantu mempercepat proses penyembuhannya.

Kendati demikian, terkadang ia masih mengalami kecemasan terhadap sesuatu. Ini terbukti ketika ia menikmati waktu bersama orang tuanya di jalan, lalu ia melihat mobil boks. Hal tersebut membuatnya takut, cemas, merinding, dan memilih untuk melewati jalan yang lain. Seiring waktu, dengan dukungan doa-doa dari pendeta, teman, dan keluarga, Albert merasa terbantu untuk bisa mengalahkan traumanya, untuk pulih seutuhnya.

Setelah benar-benar pulih, Albert kembali melanjutkan aktivitasnya sebagai mahasiswa dan aktif dalam banyak kegiatan yang bertujuan untuk mengampanyekan perdamaian. Ia melakukan kampanye perdamaian bersama dengan rekan-rekannya sesama korban terorisme, serta para mantan pelaku yang telah bertobat. “Ujian yang kita hadapi tidak akan melebihi kekuatan kita. Dan ketika diuji, Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar atas masalah tersebut,” pungkasnya. [NOV]

Disarikan dari penuturan kisah Albert Christiono dalam sebuah kegiatan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Surabaya, Juli 2018.

Baca juga Mulailah Berdamai Dengan Diri Sendiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *