Home Berita Ibroh dari Kisah Penyintas dalam Halaqah Alim Ulama
Berita - Pilihan Redaksi - 18/10/2019

Ibroh dari Kisah Penyintas dalam Halaqah Alim Ulama

Aliansi Indonesia Damai- Aksi terorisme menimbulkan dampak kerusakan yang nyata bagi kehidupan manusia, terutama kepada para korban. Akibat aksi terorisme, banyak orang tak bersalah harus kehilangan nyawa, meninggalkan keluarga dan orang-orang terkasih. Bagi korban yang selamat, serangan teror menyebabkan luka serta trauma yang tidak bisa sembuh dalam waktu singkat, bahkan masih terasa setelah belasan tahun berlalu. Diperlukan upaya bersama untuk membangun kesadaran bahwa perdamaian sangat penting dijaga.

Demikianlah pesan yang mengemuka dalam kegiatan Halaqah Alim Ulama bertema “Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh” yang digelar Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Surakarta akhir Agustus lalu. Acara tersebut terselenggara berkat kerja sama AIDA dengan Pondok Pesantren Al-Muayyad Windan. Lebih dari 100 orang perwakilan ormas Islam, pondok pesantren, dan takmir masjid se-Solo Raya mengikuti kegiatan tersebut dengan antusias.

Seorang penyintas terorisme dihadirkan sebagai salah satu pembicara dalam Halaqah Alim Ulama. Josuwa Ramos, penyintas aksi teror bom di daerah Kuningan, Jakarta Selatan yang terjadi pada 9 September 2004, diminta untuk berbagi pengalaman hidupnya.

Baca juga Meneladani Akhlak Nabi dalam Kisah Penyintas

Josuwa menceritakan, dirinya sedang bekerja sebagai petugas keamanan di Kedutaan Besar Australia di Jakarta saat peristiwa bom itu terjadi. Ia mengingat, serangan itu menghancurkan banyak mobil dan motor yang melintas di jalan raya, serta menimbulkan kerusakan di banyak gedung. Selamat dari tragedi mengerikan itu baginya merupakan sebentuk kasih sayang Tuhan kepadanya.

Sungguh cobaan berat dirasakan Josuwa sejak Bom Kuningan terjadi. Pasalnya, musibah itu datang saat ia baru sekitar sebulan memeluk Islam. Dalam hati dan pikirannya berkecamuk pertanyaan yang menyangsikan keputusannya untuk menjadi mualaf. Di satu sisi, ia sedang mempelajari Islam, apa saja ajarannya, bagaimana peribadatannya, seperti apa akhlak nabinya, dan sebagainya. Akan tetapi, di sisi lain, ada segelintir orang yang mengaku dilegitimasi oleh ajaran Islam dalam melancarkan aksi teror yang membuatnya terluka.

Sekitar seminggu sebelum kejadian, Josuwa mengingat ada sejumlah orang berjubah mendatangi Kedubes Australia dan menanyakan beberapa hal. “Saya awalnya tidak mengenal siapa mereka. Mereka berjubah dan bertanya-tanya tentang jumlah pekerja asli Indonesia di sini. Karena hal itu terkait dengan kebijakan Kedutaan Besar Australia, saya tidak menjawab. Namun, setelah kejadian, saya mengetahui bahwa itu merupakan pelaku, Nordin M. Top,” tutur pria asal Medan yang kini menetap di Jakarta itu.

Baca juga Alim Ulama Harapan Perdamaian Bangsa

Setelah mengalami kejadian itu, Josuwa mengaku trauma bila melihat orang berpakaian jubah dan memakai ikat kepala. Ia juga merasa kecewa terhadap segelintir orang Islam yang berpemahaman sangat ekstrem, yang sampai hati melukai bahkan membunuh orang lain, termasuk kepada sesama muslim sendiri. Luka yang dideritanya paling parah adalah di bagian kaki di mana sebuah serpihan logam menembus di antara dengkul dan tulang keringnya. “Hingga kini, saya masih meminum obat-obatan untuk memulihkan rasa sakit yang saya terima di kaki kiri saya,” terangnya.

Meneladani Nabi

Akibat ledakan Bom Kuningan, Josuwa menjalani perawatan di dua rumah sakit, di Indonesia dan Singapura. Selama masa pengobatannya hingga saat ini, ia mengaku kesabarannya terus diuji saat dihadapkan dengan berbagai penderitaan akibat tragedi itu. Meskipun tidak mudah, ia memilih untuk bersabar atas apa yang terjadi. Ia juga mengaku telah ikhlas, tidak memendam dendam kepada pelaku. Baginya, seorang muslim harus bersabar, kuat, dan mampu memaafkan kesalahan orang lain.

Sikap luhur itu ia pelajari dari akhlak teladan seluruh umat Islam, yakni Nabi Muhammad Saw. Dari buku-buku yang ia baca serta dari nasihat guru yang mengajarkan Islam kepadanya, Rasulullah Saw. ialah pribadi yang pemaaf walaupun kerap kali dizalimi. Saya belajar Islam dari guru-guru saya. Dari sana saya belajar kisah Nabi Muhammad Saw., bahwa Nabi saja memaafkan. Meski tidak bisa sempurna, tetapi saya mencoba untuk mengikuti Nabi,” katanya.

Sejak awal 2019, Josuwa aktif berkontribusi dalam upaya mengampanyekan perdamaian dalam berbagai kegiatan AIDA. Ia telah bersatu menjadi Tim Perdamaian bersama orang-orang yang telah bertobat dari dunia terorisme. Bersama mantan pelaku terorisme yang telah bertobat, ia gigih mengajak berbagai kalangan untuk melestarikan perdamaian, termasuk ke kalangan tokoh agama. Josuwa berharap para ulama dapat menyampaikan kepada umat tentang nilai-nilai Islam yang menekankan perdamain. [FS]

Baca juga Empati Tokoh Agama kepada Penyintas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *