Ramadan di Tengah Krisis

Hari ini kita mulai memasuki bulan Ramadan 1441 H. Umat Islam seantero dunia akan berlatih selama sebulan penuh untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu dan hal-hal negatif. Ramadan menjadi momentum paling ideal untuk memerkuat tafakur, memusatkan hati dan pikiran kita ke dalam perjuangan keimanan (mujahadah imaniyah), serta menahan hasrat-hasrat duniawi yang buruk.

Ramadan kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Gerak hidup masyarakat dunia tengah mengalami krisis serius lantaran terkepung oleh wabah mematikan. Kita berada dalam kecemasan dan kesulitan yang dahsyat sebagai akibat pandemi Covid-19. Ratusan ribu orang telah positif terinfeksi dan puluhan ribu orang meninggal dunia.

Baca juga Ramadan Dalam Perjuangan

Dalam kondisi genting ini, masing-masing kita memikul tanggung jawab sekaligus harus memainkan peran dalam memerangi wabah. Peran paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah menjaga jarak dengan orang lain untuk mencegah penyebaran virus agar tidak meluas. Hal itu selaras dengan kaidah fikih yang mengatakan bahwa mencegah kerusakan harus lebih didahulukan daripada mewujudkan kebaikan, dar’ul mafasidi muqaddamun ‘ala jalbil mashalih.

Sejatinya, bulan Ramadan bukan hanya larangan bagi seorang muslim untuk tidak makan dan minum sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Bukan pula hanya perintah untuk menahan segala anggota tubuh dan indera dari melakukan hal-hal buruk dan jahat. Lebih dari itu, Ramadan adalah bulan larangan untuk melakukan hal-hal destruktif atau rencana-rencana buruk terhadap orang lain, karena Ramadan adalah bulan perdamaian dan kebaikan, bukan bulan kekerasan dan keburukan.

Baca juga Merekatkan Kembali Indonesia

Hakikat dari puasa sendiri bertujuan menahan seseorang dari perilaku buruk, termasuk tindakan kekerasan dan teror terhadap orang lain. Sebaliknya, puasa mendorong seseorang untuk meningkatkan kebaikan dan amal saleh serta membentuk diri menjadi orang yang welas asih dan mencintai perdamaian.

Kita bisa belajar dari semangat damai yang diusung oleh korban bom terorisme. Mereka sanggup keluar dari situasi krisis yang pernah mereka alami, seperti kehilangan sebagian anggota tubuh bahkan ditinggalkan oleh orang-orang terkasihnya. Tidak hanya bangkit dari keterpurukan, sebagian korban bahkan telah memaafkan pelaku. Para korban memilih memaafkan untuk menghindari kerusakan yang lebih besar.

Baca juga Melawan Virus Kebencian

Dalam situasi krisis ini, kita patut belajar dari semangat korban untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, baik keselamatan dari ancaman virus maupun keselamatan dari perbuatan-perbuatan destruktif. Dalam Islam, menjaga keselamatan jiwa (hifdzu al-nafs) merupakan perintah yang sangat ditekankan. Ramadan kali ini menjadi instrumen penting untuk bersama-sama menjaga keselamatan kita dan orang lain.

Baca juga Virus Corona dan Semangat Persatuan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *