Merekatkan Kembali Indonesia

Oleh Akhwani Subkhi
Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pemilu 2019 lalu nyaris saja mengoyak persatuan masyarakat Indonesia. Hanya karena perbedaan pilihan politik, sebagian masyarakat kita bersikap berlebihan dengan memutus hubungan dengan teman, bahkan saudaranya sendiri. Ibaratnya, karena nila setitik rusak susu sebelanga.

Penulis agak susah memahami fenomena fanatisme politik yang berlebihan seperti itu. Padahal Pemilu 2019 bukan pertama kalinya bagi bangsa Indonesia, tetapi sudah menjadi hajatan rutin lima tahunan sebagai mandat demokrasi. Karena itu semestinya kita tidak perlu berlebihan dalam merespons dan menghadapinya.

Baca juga Dampak Ekonomi Terorisme

Tak bisa diingkari bahwa Pemilu tahun lalu telah merenggangkan sendi kehidupan sosial berbangsa, bahkan telah menciptakan polarisasi hingga level masyarakat pedesaan. Polarisasi ini cenderung susah mencair, sebaliknya malah mengental bahkan mengeras dari waktu ke waktu. Hingga Pemilu berakhir pun polarisasi tak kunjung selesai, bahkan masih terjadi hingga sekarang. Setidaknya jika penulis mengamatinya dari media sosial. Banyak pihak khawatir apabila polarisasi terus berlanjut dan semakin mengeras akan berujung pada disintegrasi bangsa.

Hak politik memang melekat pada setiap individu yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Namun alangkah baiknya jika hak politik digunakan secara bijak dan biasa saja tanpa perlu memutus hubungan sosial, ekonomi, keluarga, dan lainnya. Sebab fanatisme politik yang berlebihan bisa menimbulkan dampak buruk bagi siapa pun. Hubungan rekan bisnis menjadi tak harmonis, sesama tetangga tak lagi menyapa, teman dalam sekejap berubah menjadi lawan. Bahkan yang lebih miris lagi, hubungan suami istri memburuk hanya karena perbedaan pilihan politik.

Baca juga Menangkal Virus Ekstremisme Kekerasan

Pemilu telah lama usai. Para aktor yang dulu berkontestasi dalam Pemilu telah mengemban jabatan baik di legislatif maupun eksekutif. Saatnya kita merajut kembali semangat kebersamaan yang telah memudar dan menyambung kembali tali silaturahmi, sambil mengawasi para pejabat publik itu.

Dalam situasi sekarang ini, yang dibutuhkan bukanlah bagaimana kita menunjukan perbedaan-perbedaan yang bisa menimbulkan gesekan antarsesama, melainkan bagaimana mencari persamaan-persamaan untuk membangun masa depan bangsa dan negara agar lebih maju dan kompetitif.

Baca juga Melawan Virus Kebencian

Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19, kepedulian dan solidaritas dari seluruh elemen bangsa sangat dibutuhkan untuk mengakhiri bencana kesehatan ini. Dengan saling bergandengan tangan, bangsa ini bisa terbebas dari virus yang telah banyak merenggut nyawa saudara-saudara kita.

Belajar dari Korban

Menerima kekalahan dalam kompetisi memang tidak mudah. Untuk bisa menerimanya dibutuhkan kelapangan dada, kejernihan pikiran, dan menyadarinya sebagai takdir. Namun yang terpenting harus ditanamkan dalam pikiran bahwa kekalahan bukanlah akhir dari segalanya. Siapa pun yang mengalami kekalahan masih bisa meraih impian masa depan dan memberikan kontribusinya bagi kehidupan.

Baca juga Rentan Menjadi Korban Terorisme

Salah satunya seperti yang ditunjukan oleh sebagian orang yang terdampak ledakan bom terorisme. Penulis berkesempatan mengenal dan berinteraksi intensif dengan mereka. Bagi mereka bukan hal yang mudah untuk bisa menerima takdir kehilangan salah satu atau sebagian anggota tubuh hingga orang terkasihnya akibat ledakan bom. Faktanya mereka bisa menerima semua itu dengan ikhlas dan lapang dada.

Kita bisa belajar dari pengalaman mereka bahwa seberat dan sepahit apa pun cobaan pasti bisa dilalui asalkan memiliki kemauan dan komitmen kuat. Para korban tidak ingin terus terjerembab dalam kesedihan dan keterpurukan, justru mereka ingin bangkit untuk menata kembali hidupnya demi menggapai masa depan.

Baca juga Membangkitkan Empati

Bahkan ada sebagian korban yang bersedia untuk berekonsiliasi dengan pelaku/mantan pelaku terorisme. Para korban meyakini bahwa dengan saling memaafkan dan menjalin kebersamaan dengan pelaku/mantan pelaku akan berdampak positif bagi dirinya dan masa depan kehidupan bangsa. Bahkan kini korban dan mantan pelaku bergandengan tangan menyuarakan pentingnya perdamaian kepada masyarakat.

Sudah ada contoh nyata dari para korban bahwa dendam tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Justru mereka memilih untuk berdamai dan bersatu dengan pihak yang pernah mencederai fisiknya maupun merenggut nyawa orang terkasihnya. Hal itu semata-mata karena persatuan jauh lebih penting daripada pertikaian. Mari kita tenun kembali persatuan Indonesia. Pilihan politik boleh berbeda, namun kita tetap Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika.

Baca juga Kepekaan Sosial Kunci Perdamaian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *