26/06/2020

Guru Besar UPI Bandung Mendorong Penerbitan PP Hak Korban

Aliansi Indonesia Damai– Terorisme bukan sekadar aksi kriminal biasa, melainkan kejahatan terhadap kemanusiaan yang menyebabkan banyak orang tak bersalah menjadi korban. Negara bertanggung jawab untuk memulihkan kondisi para korban. Karenanya harus ada regulasi hukum yang berpihak terhadap korban terorisme.

Pernyataan ini diungkapkan oleh Prof. Dr. Cecep Darmawan, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Jawa Barat, dalam kegiatan kampanye perdamaian di kalangan mahasiswa beberapa waktu silam. Kegiatan ini diselenggarakan oleh AIDA bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UPI.

Baca juga Menyalakan Suluh Perdamaian Melalui Kisah Mantan Teroris dan Korbannya

Cecep mengaku gelisah atas maraknya aksi kekerasan terorisme baik yang terjadi di Indonesia maupun dunia internasional. Menurut dia, terorisme adalah kejahatan yang melanggar hak asasi manusia dan bisa menghancurkan peradaban.

“Semua Negara dan warga Negara di dalamnya membutuhkan rasa aman sebagai bagian hak asasinya. Terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan paling biadab yang kerap menimbulkan korban orang-orang yang tidak bersalah serta mengancam perdamaian abadi dan keadilan sosial,” ujarnya di hadapan ratusan mahasiswa peserta kegiatan.

Baca juga PP Hak Korban Terorisme Harus Lekas Terbit

Mengutip Emerson, Cecep menjelaskan, ada dua kategori korban terorisme yaitu korban langsung (meninggal dunia atau mengalami cedera fisik/psikis) karena aksi terorisme, korban sekunder, korban tak langsung, dan korban terorisme yang potensial. Sayangnya, dampak terorisme terhadap korban-korban belum ditangani dengan aturan yang serius.

“Ada UU yang menangani perlindungan korban, yaitu UU No. 5  tahun 2018. UU ini harus dikuti Peraturan Pemerintah. Kita yang harus mendorong agar (dari) UU ini, (pemerintah) segera mengeluarkan PP, terutama untuk perlindungan korban,” ucapnya.

Baca juga Suara Korban yang Jarang Terdengar

Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU No. 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, khususnya yang mengatur tentang pemenuhan hak-hak korban hingga saat ini tak kunjung terbit. Padahal dalam pasal 46B UU No. 5/2018 disebutkan bahwa “Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.” [LADW]

Baca juga Rektor UIN Surabaya: Kekerasan Selalu Melahirkan Korban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *