Semua Bisa Jadi Korban Terorisme
Aliansi Indonesia Damai- Seseorang boleh percaya diri tidak akan akan menjadi teroris karena pelbagai hal dalam dirinya. Namun tak ada yang bisa menjamin seseorang benar-benar aman dari ancaman aksi terorisme. Semua bisa menjadi korban aksi tak berperikemanusiaan itu.
Pernyataan yang terkesan mengancam ini tentunya bukan untuk menakut-nakuti, tetapi menggugah kewaspadaan orang terhadap ideologi terorisme. Elvina Akyas Laksono Putri, mahasiswa Universitas Jember (Unej), menyampaikannya dalam kegiatan “Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya” yang digelar AIDA bekerja sama dengan BEM Unej secara daring pada Kamis (16/07/2020).
Baca juga Mahasiswa Unesa Belajar Pemaafan Penyintas Bom
Elvina sampai pada kesimpulan tersebut setelah membaca buku La Tay’as karya Hasibullah Satrawi. Dari kisah-kisah korban bom terorisme yang tertuang dalam buku tersebut, seluruh korban tak ada yang menyangka akan menjadi korban.
Lebih dari itu, Elvina mengaku mendapatkan perspektif baru tentang isu terorisme yang berbeda dari apa yang didapatkannya di bangku perkuliahan atau pemberitaan media massa. Seseorang bisa mengetahui seluk-beluk peristiwa terorisme dari berita; waktu, lokasi, jumlah korban, pelaku dan jaringannya, motifnya, dan lain sebagainya.
Baca juga Kisah Korban Bangkitkan Nilai Kemanusiaan
“Dari buku yang ditulis Pak Hasib ini, kita akan melihat kasus terorisme dari perspektif lain. Lebih ke pengalaman dan kisah korban setelah peristiwa, baik korban langsung maupun tidak langsung,” katanya Elvina.
Sementara dari sisi mantan pelaku, Elvina menuturkan bahwa buku La Tay’as melengkapi apa yang tidak pernah diberitakan. Jika media massa lebih banyak mengisahkan proses penangkapan sampai vonis hukum, buku La Tay’as menceritakan sisi lain dari mantan pelaku; mulai dari bagaimana terpapar paham kekerasan, hingga bertobat dan kembali ke jalan perdamaian. Buku ini juga menceritakan bagaimana mantan pelaku dan korban akhirnya melakukan rekonsiliasi.
Baca juga Jangan Lelah Menjaga Perdamaian Indonesia
Setelah membaca buku La Tay’as dan mengikuti Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang digelar AIDA, Maret 2020, Elvina menyadari pentingnya edukasi diri. Sebab di zaman serba canggih seperti sekarang, penyebaran paham kekerasan menjadi lebih mudah dilakukan.
“Mungkin di zaman dulu terpaparnya dari orang ke orang, diajak pengajian, lalu dilatih merakit bom dan lain sebagainya. Namun sekarang dengan perkembangan teknologi, orang tidak perlu bergabung ke dalam jaringan untuk menjadi teroris,” jelas Elvina.
Baca juga Ledakan Bom Nyaris Mengubur Mimpi Korban
Elvina mengingatkan rekan-rekannya agar senantiasa mengampanyekan perdamaian kepada orang lain. Meskipun mahasiswa sudah menyadari bahaya terorisme, hal tersebut akan sia-sia jika di lingkungan sekitar mereka, paham kekerasan masih berseliweran di mana-mana. Sebab paham kekerasan senantiasa mengancam kapan saja. [FAH]
Baca juga Ekstremis Tebar Ideologi Lewat Medsos