28/09/2020

Belajar dari Bom Surabaya 2018

Aliansi Indonesia Damai– Peristiwa Bom Surabaya, Mei 2018, harus menjadi pembelajaran publik, khususnya masyarakat Kota Pahlawan. Bahwa aksi terorisme hanya menyengsarakan orang-orang yang tidak bersalah. Lebih dari itu, aksi yang dilakukan oleh orang tua dan anak-anak kandungnya itu sungguh di luar batas nalar kemanusiaan.

Hal ini dikemukakan oleh Masdar Hilmy, Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya saat menjadi pembicara kunci dalam kegiatan diskusi dan bedah buku “La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya” yang digelar AIDA secara daring pada Selasa, (22/09/2020).

Baca juga Rektor UIN Surabaya Minta Mahasiswa Sebarkan Perdamaian

Menurut Masdar, peristiwa tersebut sangat mengagetkan, karena selama ini tidak pernah terjadi aksi-aksi semacam itu di Surabaya. “Kami sebagai masyarakat yang setara dan egaliter, tidak mungkin menyimpan api dalam sekam. Namun faktanya malah demikian,” katanya.

Pembelajaran dari peristiwa kemanusiaan tersebut adalah masyarakat harus mawas diri terhadap ajaran-ajaran kekerasan yang kerap dibungkus dengan slogan membela agama. Pemahaman ekstrem tersebut terbukti telah menyusup ke ruang paling privat dalam kehidupan, yakni rumah tangga.

“Apa yang berlangsung dalam satu keluarga, belum bisa dibaca oleh masyarakat sekitarnya. Serangan terhadap beberapa Gereja di Surabaya itu sangat mengagetkan kami. Namun faktanya, serangan di gereja tersebut harus menjadi warning bagi kita bersama, untuk selalu menjaga keluarga terdekat dan pertemanan,” ucapnya mengingatkan.

Baca juga Imam Prasodjo: Gerakan Perdamaian Harus Dikuatkan

Masdar mengajak insan akademik untuk belajar dari kisah korban terorisme. Baginya kisah mereka merupakan inspirasi bagi perdamaian Indonesia dan dunia secara umum. Kegiatan diskusi buku yang menghadirkan para korban terorisme sangat relevan dengan agenda pendidikan, yakni membangun peradaban yang damai.

Aksi-aksi kekerasan, termasuk yang mengatasnamakan perjuangan Islam, tidak boleh menghancurkan peradaban. Dalam konteks ini, menurut Masdar, sangat penting mendudukkan dan menggemakan kembali ajaran Islam yang cinta damai. “Karena berislam merupakan bentuk istislam dan penyerahan diri kepada Tuhan tanpa harus menghancurkan kehidupan orang lain,” ujarnya. [FS]

Baca juga Rektor UIN Surabaya: Kekerasan Selalu Melahirkan Korban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *