11/10/2020

Strategi Lunak Penanganan Terorisme (Bagian II-terakhir)

Oleh: Novi, Lulusan Program Magister Kajian Terorisme, dan Laode Arham, Master Kriminologi, Universitas Indonesia.

Motivasi FTF yang kembali ke negeri masing-masing terbagi menjadi empat kategori, yaitu orang yang kecewa dan trauma; individu yang secara ideologi tidak kecewa oleh jihad tetapi dipaksa untuk pulang karena alasan keluarga, penyakit, luka, dan lainnya; individu yang hendak membangun jaringan ekstremisme di negeri asalnya; dan individu yang ingin kembali menjalankan sel-sel dan merencanakan aksi-aksi kekerasan (Boncio, 2017).

Memahami motivasi kepulangan eks-FTF sangat penting untuk menentukan strategi penanganan mereka. Pasalnya tidak menutup kemungkinan ketika FTF pulang ke Indonesia justru melakukan radikalisasi dan mengajak pengikutnya melakukan aksi kekerasan. Secara hukum, eks-FTF dapat dijerat hukuman pidana, sehingga pasti berakhir dengan penghukuman di lembaga pemasyarakatan.

Baca juga Strategi Lunak Penanganan Terorisme (Bagian I)

Melalui proses hukum dan pidana inilah, penanganan bisa dilakukan dengan pendekatan keras dan lunak. Namun pendekatan keras belum terbukti efektif untuk menangani eks-FTF. Penggunaan humanisme, konektivitas, dan keadilan sosial justru memberikan fondasi yang ideal untuk strategi pencegahan (Gaskew, 2009: 360).

Strategi lunak didasarkan pada terciptanya hubungan antara para pihak dengan eks-FTF yang direncanakan untuk jangka panjang yang tulus dan dapat dipercaya. Dalam hal ini, hubungan antarpribadi, tindakan, dan perilaku lembaga yang terkait, penegak hukum, dan organisasi kemasyarakatan memainkan peran penting dalam mencegah eks-FTF kembali dalam jaringan ekstremisme.

Melalui hubungan tersebut akan terjalin berbagai usaha dan kegiatan bersama dalam bidang sosial, ekonomi dan keagamaan. Pemerintah juga dapat memfasilitasi upaya-upaya penguatan ekonomi dan reintegrasi sosial eks-FTF.

Baca juga Desisten dari Terorisme

Melalui strategi penanganan ini, banyak contoh terbukti efektif. Para mantan narapidana teroris (napiter), kombatan, dan simpatisan JI, hingga eks pejuang/pendukung ISIS mulai mengikuti Upacara HUT Indonesia di Lamongan, sejak Agustus 2017 lalu. Penggeraknya adalah adik kandung Ali Imron, Ali Fauzi eks-FTF di Filipina. Bahkan Ali Fauzi dan rekan-rekannya mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) yang membina para mantan FTF, napiter, kombatan dan keluarga mereka, serta melakukan kampanye damai. 

Beberapa korban bom pernah bersilaturahmi ke markas YLP, berjumpa dan berdialog dengan Ali Fauzi dan kawan-kawan. Pihak YLP pun sudah berkunjung balik ke sejumlah korban di Bali dan Jakarta. Beberapa pengurus YLP yang sudah berdamai (saling memafkan dan rekonsiliasi) dengan beberapa korban terorisme, juga bahu membahu dalam kampanye damai, mencegah terjadinya, meminjam istilah Hasibullah Satrawi (2018)  zaaliman au mazluman: adanya pelaku  yang menzalimi dan korban terorisme yang terzalimi di masa yang akan datang.

Ali Imron pasti bahagia dengan adik-adik dan murid-muridnya itu. Aparat dan pemerintah pun dapat berbangga atas keberhasilan tersebut.

Baca juga Mewaspadai Propaganda Ekstremisme Saat Pandemi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *