12/11/2020

Dialog Pelajar Lampung dengan Mantan Ekstremis

Aliansi Indonesia Damai-Beberapa waktu lalu, AIDA menggelar kampanye perdamaian secara virtual kepada pelajar SMA di Bandar Lampung. Secara berurutan, kegiatan ini diadakan di SMAN 5, SMAN 7, dan SMAN 9. Tim perdamaian yang terdiri dari unsur mantan pelaku ekstremisme kekerasan dan korban terorisme berbagi kisah ketangguhan.

Mantan pelaku yang dihadirkan adalah Kurnia Widodo. Ia berbagi pengalaman hidup kepada 55 siswa peserta kegiatan di setiap sekolah. Kegiatan ini memberikan kesempatan kepada para peserta untuk berdialog langsung dengan Kurnia.

Baca juga Semangat Siswa Lampung Menebar Damai

Salah seorang siswi SMAN 7 meminta pendapat Kurnia mengenai dugaan keterlibatan pemerintah maupun tokoh-tokoh politik yang menunggangi aksi terorisme untuk menjatuhkan umat Islam.

Kurnia menampik hal tersebut. Ia berkaca pada dirinya sendiri yang murni terlibat dalam kelompok terorisme karena pemahaman. Menurut dia, ekstremisme bukan hanya terjadi di satu agama saja (Islam), melainkan di agama lain juga. Misalnya aksi serangan terhadap jamaah shalat Jumat oleh Brenton Tarrant di Selandia Baru.

Baca juga Generasi Tangguh Belajar dari Pengalaman

Sementara siswa SMAN 9 Bandar Lampung menanyakan mengenai kasus kekerasan/perkelahian, terutama perundungan, yang dapat membuat korbannya stress dan depresi. “Jika dalam posisi korban, apa yang harus dilakukan untuk menghindari kekerasan?” ucapnya.

Menurut Kurnia, membela diri memang diperbolehkan. Namun hal itu tidak boleh berlebihan. Upaya pembelaan jangan sampai menciptakan ketidakadilan yang baru. Karenanya dia berpesan agar para pelajar mengutamakan pendekatan selain kekerasan. Bagi Kurnia, pelaku perundungan saat itu sedang sakit dan tidak sadar. Maka perlu mendoakan agar pelaku bisa sadar. “Penting memberi kesempatan pada orang lain berubah,” katanya menasihati.

Baca juga Menumbuhkan Jihad Belajar

Peserta lainnya dari SMAN 9 menanyakan respons Kurnia dalam menghadapi stigma negatif dari orang lain terkait masa lalunya. Kurnia membenarkan bahwa hal tersebut beberapa kali menimpanya. Stigma tersebut justru banyak datang dari teman-teman di kelompoknya dulu. Selain mendapatkan ancaman kekerasan, ia juga dikafirkan.

Kurnia memilih tidak membalas dengan hal serupa, sebaliknya berupaya mengajak berdiskusi, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Hasilnya, sebagian temannya ada yang berubah dan meminta maaf karena perbuatannya. [MSH]

Baca juga Bangkit Berkat Dukungan Orang Terdekat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *