23/12/2020

Wartawan Harus Cermat Meliput Teror

Aliansi Indonesia Damai – Pemberitaan intensif media massa atas aksi terorisme bisa menjadi sarana untuk menyebarkan informasi yang positif kepada publik, namun sekaligus bisa menebarkan pesan ketakutan. Situasi demikian menuntut kecermatan wartawan dalam setiap peliputan terorisme.

Hal tersebut disampaikan oleh Agus Sudibyo, Anggota Dewan Pers, dalam kegiatan Short Course Daring Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme, yang dilaksanakan AIDA  pada 15-17 Desember 2020. Kegiatan diikuti oleh jurnalis dari puluhan media massa cetak maupun elektronik.

Baca juga Pernyataan Pers Aliansi Indonesia Damai (AIDA) Tentang Hak-Hak Korban Terorisme

Agus mencontohkan pemberitaan serangan terorisme di Mumbai India tahun 2008 yang ternyata berdampak  fatal. Saat itu para pelaku melakukan penyanderaan terhadap warga sipil. Salah satu stasiun televisi melakukan siaran langsung atas upaya aparat keamanan melumpuhkan pelaku teror. Hal itu justru menjadi bumerang karena pergerakan polisi diketahui.  Walhasil sejumlah polisi tertembak oleh para pelaku teror.

Menurut Agus, tugas jurnalisme dilindungi oleh Undang-Undang Pers, di mana aparat penegak hukum sulit melarang wartawan untuk meliput serangan terorisme. “Secara hukum yang dilakukan oleh wartawan itu tidak salah. Tapi yang benar belum tentu baik. Dalam konteks Mumbay kebebasan pers justru lebih memperbanyak korban kemanusiaan,” katanya.

Baca juga Urgensi Peliputan Terorisme Berperspektif Korban

Jika tidak cermat dalam memberitakan terorisme, media massa dan terorisme justru bisa menciptakan simbiosis mutualisme. Media massa membutuhkan peristiwa yang besar untuk disiarkan, sementara kelompok teror membutuhkan sarana untuk menebar propagandanya sekaligus mencari informasi untuk dapat mengelabui aparat penegak hukum.

Lebih dari itu, pemberitaan media massa juga bisa menjadi sarana komunikasi simbolis antarsel terorisme. “Media harus berhati-hati terhadap seluruh informasi dan selalu curiga terhadap individu yang memberikan informasi,” ujar Agus mengimbau para peserta.

Dalam hemat Agus, kebebasan pers harus dijadikan sarana untuk memberitakan mengenai kemanusiaan dan keadilan. Wartawan tidak perlu fanatik terhadap kebebasan pers, karena hal itu bukan tujuan paling tinggi dalam pemberitaan terorisme. “Tujuan paling penting dalam pemberitaan adalah kemanusiaan, keadilan, dan demokrasi,” ucapnya. [NOV]

Baca juga Media Harus Terlibat Membangun Perdamaian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *