17/12/2020

Urgensi Peliputan Terorisme Berperspektif Korban

Aliansi Indonesia Damai- Peliputan terorisme di media massa seharusnya menyertakan perspektif korban, yaitu menghadirkan dampak yang ditimbulkan dari peristiwa kekerasan itu.

Pernyataan ini disampaikan oleh Hasibullah Satrawi, ketua pengurus Aliansi Indonesia Damai (AIDA) saat memulai paparannya dalam Short Course Daring; Penguatan Perspektif Korban Dalam Peliputan Isu Terorisme, Selasa (15/12/2020). Kegiatan diikuti oleh jurnalis dari puluhan media cetak dan elektronik.

Baca juga Media Harus Terlibat Membangun Perdamaian

Hasibullah menyoroti minimnya pemberitaan tentang dampak terorisme. Padahal setiap aksi terorisme menimbulkan dampak berkepanjangan bagi korbannya. Pemberitaan ini akan membuka mata masyarakat bahwa terorisme itu nyata adanya, sekaligus mendorong kesadaran pelaku bahwa korban yang berjatuhan adalah orang-orang tak bersalah.

Ketika kelompok ekstremis mengklaim mereka berjuang demi Islam, perlu disadari bahwa yang menjadi korban justru ada dari umat Islam juga. “Dampaknya itu ternyata tidak selalu seperti yang dibayangkan oleh pelakunya. Tentang dampak ini penting disampaikan dalam pemberitaan. Jangan melulu (yang diberitakan) tentang pelaku,” ucap Hasibullah.

Baca juga Menolong yang Zalim dan Terzalimi

Sebagai bagian dari peliputan berperspektif korban adalah sensitivitas jurnalis tatkala menggali informasi langsung dari korban terorisme. Jika korban masih menderita luka atau trauma, maka sebaiknya tidak dipaksakan untuk diwawancara dan mencari korban yang memang sudah siap berbagi.

“Kalau memang (korbannya) belum siap, coba misalkan ke komunitas korban. Jadi kalau tidak dapat orangnya, coba (liput) ke orang yang satu rasa. Jadi bisa membantu. Karena perspektif itu bukan tentang person, tetapi tentang nilai,” ucapnya.

Baca juga Membangun Perdamaian dengan Cerita

Perspektif korban selanjutnya adalah terkait kebutuhan korban, terutama yang berkaitan dengan hak-hak mereka sesuai undang-undang. Dalam hemat Hasibullah, para korban adalah martir negara. Mereka menjadi korban akibat kebencian kelompok ekstrem terhadap negara. Aksi teror menyasar kepada negara, tetapi korban yang jatuh adalah warga sipil.

Lebih jauh Hasibullah meminta jurnalis agar menjadikan aktivitas peliputan terorisme dan korbannya ini sebagai panggilan jiwa. Sebab, tidak ada orang yang kebal dari virus terorisme. Semua orang berpotensi menjadi pelaku. Kalaupun tidak menjadi pelaku, semua orang berpotensi menjadi korban.

“Oleh karena itu, ayo lakukan ini secara benar. Membangun Indonesia damai itu kepentingan hidup mati kita. Karena sekali tidak damai, kita akan kerepotan menghadapi hari-hari kita,” katanya memungkasi. [FAH]

Baca juga Direktur AIDA: Wujudkan Generasi Muda Tangguh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *