19/04/2021

Inspirasi Penyintas untuk Universitas Peradaban Bumiayu

Aliansi Indonesia Damai- Josuwa Ramos, penyintas Bom Kuningan 2004, dihadirkan dalam kegiatan Bedah Buku La Tay’as : Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya” yang diselenggarakan secara daring oleh AIDA bekerja sama dengan Universitas Peradaban Bumiayu, Jumat (16/04/2021). Ia berbagi kisah hidupnya sebagai korban pengeboman.

Kamis 9 September 2004, Jo, sapaan akrab Josuwa, menjalankan kewajiban sebagai petugas sekuriti di kantor Kedubes Australia kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Sekitar pukul 10.30 pagi, ledakan terjadi. Dalam ingatannya, suaranya tidak terlalu keras. Namun dampak kerusakannya sangat parah. “Ledakan itu mengguncang gedung sebelah sampai habis. Kaca jatuh seperti hujan sampai 20 menit tak berhenti,” ujarnya mengenang situasi kritis yang dialaminya.

Baca juga Membangun Perdamaian di Universitas Peradaban Bumiayu

Posisi Jo saat itu sekitar 7 meter dari titik ledakan yang bersumber dari mobil yang berhenti di depan Kedubes Australia. Ia melihat rekan-rekannya bergelimpangan. Darah berceceran di banyak tempat. Jo membantu mengevakuasi seorang temannya menuju RS MMC yang tak jauh dari lokasi ledakan. Ia sempat ingin kembali ke kantornya untuk menolong rekannya yang lain. Niat mulia itu urung dilakukan. Ia terjatuh karena kakinya terluka.

Dari pemeriksaan awal, ia diizinkan pulang untuk menjalani rawat jalan. Ia khawatir keluarganya akan panik dan mencarinya. Keluarga Jo bersyukur melihat kondisinya yang terlihat baik-baik saja setelah ledakan yang begitu dahsyat. Akan tetapi 3 hari setelah kejadian, terjadi keanehan dalam tubuhnya. “Kaki saya membengkak, paha sampai betis ukurannya sama. Rasanya panas dan membengkak. Ternyata masih ada serpihan bom dalam tubuh saya,” kata Jo.

Baca juga Dialog Mahasiswa IIQ Yogyakarta dengan Penyintas Terorisme

Tahun 2007 ia sempat menjalani operasi untuk mengambil proyektil di bagian lututnya karena jika tidak diambil akan merusak jaringan lutut. Hingga saat ini Jo masih harus menjalani perawatan. “Engsel kaki  baru dapat operasi kecil lagi, selaput ligamennya sudah rusak. Harus disuntik cairan sampai ada operasi lagi nanti berikutnya,” ucapnya.

Sempat ada kemarahan dan kebencian dalam diri Jo setelah kejadian yang menimpanya. Namun ia terus berusaha untuk bisa menerima keadaan. Jo belajar meneladani kisah Nabi Muhammad saat disakiti oleh orang lain. “Saya belajar dari riwayat ketika Nabi disakiti, beliau tetap memaafkan. Proses pemulihan saya juga berkat dukungan dari keluarga,” kata Jo.

Baca juga Belajar dari Kehidupan Korban Kekerasan

Kepada 83 mahasiswa peserta kegiatan, Jo berpesan agar selalu berhati-hati dalam pergaulan supaya tidak terjerumus dalam ekstremisme. Ia juga berpesan agar tidak pernah menyimpan dendam kepada yang sudah menyakiti. “Apa pun yang dilakukan, anggaplah itu menjadi suatu ujian. Berpikir positif bahwa itu adalah ujian agar kita terus memerbaiki,” ujarnya memungkasi. [LADW]

Baca juga Generasi Intelektual Duta Perdamaian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *