03/06/2021

Penyintas Bom Menggugah Nurani Jurnalis

Aliansi Indonesia Damai- Dalam rangka meningkatkan perspektif korban di kalangan jurnalis, AIDA memertemukan jurnalis dari seluruh penjuru Sulawesi dengan para korban terorisme dalam kegiatan Short Course Daring: Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme, 25-27 Mei 2021. Di antara penyintas yang dihadirkan adalah Andi Dina Noviana atau Andin, korban Bom Thamrin 2016, dan Desmonda Paramartha alias Desmon, korban Bom Surabaya 2018.

Andin tidak pernah menyangka kunjungannya ke sebuah kedai kopi di kawasan MH Thamrin Jakarta Pusat akan menjadi titik balik hidupnya. Saat kejadian, ia tengah menyelesaikan pekerjaan sembari menikmati sarapan pagi. Tak sampai satu jam kemudian, ledakan keras terjadi. Andien sempat hilang kesadaran.

Baca juga Tiga Tahun Bom Surabaya: Menyalurkan Inspirasi Ketangguhan

Ketika tersadar, dirinya tergeletak ditimpa plafon. Posisinya berada cukup jauh dari tempat duduk sebelumnya. “Saat itu saya belum sadar kalau itu bom. Saya mikirnya itu ledakan tabung gas atau oven,” tutur Andien.

Dengan kondisi penuh luka, Andien berusaha keluar dari restoran melalui salah satu jendela. Setelah berhasil meloncat dari jendela, Andien dievakuasi oleh seorang pria tak dikenal ke rumah sakit terdekat. Dari pemeriksaan medis, ia menderita luka serius di bahu kiri, kaki kanan, tangan kanan, dan kuping kiri. Dia juga menderita trauma hebat, sampai pada tahap harus meminum obat penenang selama delapan bulan.

Baca juga Penyintas Bom Thamrin Melawan Trauma (Bag. 1)

Andien sempat merasa terpuruk dan marah kepada pelaku. Namun dia memilih bangkit dan memaafkan. “Dendam buat saya adalah beban. Saya tidak mau membawa beban tersebut seumur hidup saya. Saya harus taruh beban saya sedikit-sedikit. Ada prosesnya. Namun tetap saya nikmati. Alhamdulillah, lambat laun saya bisa ada di titik ini,” tutur Andien.

Bahkan seandainya diberi kesempatan bertemu pelaku, Andien mengaku akan berterima kasih. Karena kejadian itu telah memberinya pengalaman yang luar biasa. “Saya bisa jadi lebih kuat. Saya jadi punya perjalanan hidup yang bisa saya bagi dengan orang lain. Obat terbaik adalah hati kita sendiri. Saya punya prinsip, memaafkan adalah obat paling mujarab bagi kami, para korban,” tutup Andien.

Baca juga Penyintas Bom Thamrin Melawan Trauma (Bag. 2-Terakhir)

Sementara Desmon menceritakan tragedi berdarah saat hendak menjalani ibadat. Seperti biasa, ia berangkat ke Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Ngagel, Surabaya, tanpa firasat atau tanda-tanda apa pun. Desmon adalah satu-satunya orang di keluarganya yang menjadi korban. Pasalnya pagi itu dia berangkat sendiri.

Saat berada di kawasan parkir, sekira enam meter dari tempatnya berada, ledakan terjadi. Beberapa detik setelah kejadian, Desmon melihat kondisi sekitarnya kacau balau. Dia tidak mengetahui nasib teman-temannya yang lain. Ia berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dan mencari pertolongan. Ia dilarikan ke rumah sakit.

Baca juga Kebangkitan dan Ikhtiar Memaafkan

Akibat ledakan itu, Desmon mengalami luka di tiga titik, yaitu leher sebelah kanan, paha kanan, dan betis kanan. Belakangan diketahui ada serpihan di leher sebelah kanan, yang apabila tidak segera diidentifikasi, rawan mengancam nyawa Desmon.

Dalam proses penyembuhan, Desmon sempat merasa marah dan kesal kepada pelaku. Dia bertanya-tanya, mengapa dirinya terkena ledakan bom. Di tengah suasana hati yang campur aduk itu, Desmon membulatkan tekadnya untuk berpikiran positif dan memaafkan. “Kalau saya tidak memaafkan pelaku, pasti pelaku merasa senang. Karena tindakan mereka telah berhasil menumbuhkan kebencian di hati korban,” ungkap Desmon.

Baca juga Asa Perempuan Tangguh Setelah 5 Tahun Bom Thamrin

Tak ayal ketika Desmon kembali disuguhi pemberitaan yang berkaitan dengan peristiwa bom, dia bisa menghadapinya dengan tenang. Ia enggan berlama-lama berkubang dalam keterpurukan. Dia berusaha bangkit melawan rasa sakit itu agar dapat kembali beraktivitas. Bagi Desmon, pikiran positif akan meringankan luka-luka yang dideritanya.

Salah satu jurnalis terenyuh mendengar kisah kedua narasumber. Dia tampak ikut menangis mendengarkan kisah korban. Dia berpesan agar kedua korban tetap kuat dan semangat menjalani hidup.

“Kuatkan hati! Mbak-mbak diizinkan mengalami (kejadian) itu, berarti ada sesuatu di balik itu. Mbak-mbak berdua pasti dikuatkan untuk menghadapinya. Ini jadi bekal untuk mbak-mbak berdua menguatkan orang lain,” katanya berpesan. [FAH]

Baca juga Menyalakan Semangat Kebangkitan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *