04/06/2021

Dialog Mahasiswa ITT Purwokerto dengan Penyintas Bom Kuningan

Aliansi Indonesia Damai – Penyintas Bom Kuningan 2004, Mulyono, dihadirkan sebagai narasumber dalam kegiatan “Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya,” Kamis (20/05/2021). Mulyono hadir untuk membagikan inspirasi kisah perjuangannya sebagai penyintas bom kepada ratusan mahasiswa Institut Teknologi Telkom (ITT) Purwokerto.

Meski dilakukan secara daring, tak mengurangi antusiasme mahasiswa dalam menyimak kisah Mulyono. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya pertanyaan yang muncul. Salah satunya adalah dari mahasiswa Jurusan Teknik Telekomunikasi. Ia bertanya tentang cara Mulyono mengatasi traumanya setelah kejadian bom.

Baca juga Warek ITT Purwokerto Ajak Mahasiswa Lestarikan Perdamaian

 “Ada korban yang bener-bener trauma sehingga sampai detik ini dia nggak mau mendengar cerita terkait bom atau cerita terkait korban. Ada juga korban yang tidak berani masuk ke gedung tinggi. Alhamdulillah, Allah kasih saya kekuatan,” kata Mulyono.

Mulyono menuturkan, tiga bulan setelah dirawat di Singapura untuk berbagai upaya operasi rekonstruksi rahang, ia justru mendatangi lokasi kejadian. “Saya melihat ke Kuningan di mana posisi mobil saya saat itu. Kok bisa saya sampai separah itu. Saya sampai detik ini, Allah kasih kekuatan hingga saya tidak trauma,” katanya.

Baca juga Mencegah Pemuda Terpapar Paham Ekstrem

Meski tak merasakan trauma, Mulyono mengaku sempat merasa putus asa dan marah atas kejadian yang menimpa dirinya. Apalagi ia telah divonis dokter harus merasakan sakit seumur hidup dan harus terus meminum obat. “Alhamdulillah, saya Muslim, saya punya agama, dan saya punya Allah. Banyak hal-hal yang saya pelajari dari agama. Insya Allah semua ini sebagai pelebur dosa. Insya Allah akan diberi kemudahan dan Allah berjanji setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Saya yakin Allah tak akan memberikan cobaan yang lebih berat dari apa yang saya mampu. Allah tunjuk saya berarti saya mampu,” ucapnya mantap.

Pertanyaan lain muncul dari mahasiswa Desain Komunikasi Visual. Ia bertanya tentang peran pemerintah saat itu terhadap korban.  Mulyono mengatakan bahwa pemerintah saat itu belum siap dengan adanya aksi pengeboman besar yang terjadi pada awal tahun 2000-an, seperti Bom Bali 2002, Bom Marriot 2003, atau juga Bom Kuningan tahun 2004. “Para korban saat itu terbengkalai. Kalau ada yang mengalami luka parah seperti saya, itu bener-bener sekian jam dalam kondisi parah seperti itu, namun rumah sakit tidak bisa melakukan tindakan karena tidak ada penjaminan. Terkait biaya perawatan lanjutan, baik layanan medis, psikologis, dan psikososial pun belum ada,” ucapnya mengenang.

Baca juga Meluruskan Stereotip Terorisme

Untuk itulah selama bertahun-tahun Mulyono dan para penyintas lain berusaha mendorong pemerintah agar memberikan perhatian terhadap korban. “Para penyintas sempat ada kecemburuan terhadap pelaku. Kenapa pelaku aja yang diperhatiin sedangkan korban nggak pernah. Pelaku diberi perhatian, diberi bantuan. Sedangkan korban sendiri nggak pernah diberi perhatian oleh pemerintah,” ujarnya.

Mulyono mengatakan, kini upayanya bersama para penyintas dan lembaga-lembaga yang concern terhadap korban mulai menunjukkan hasilnya. Pemerintah mulai hadir memberikan perhatian dan bantuan. Kendati masih ada hal yang harus diperbaiki.

Baca juga Dialog Mahasiswa UMP dengan Korban Bom Kuningan

Menurut Mulyono, salah satu indikasi yang cukup baik dari upaya pemerintah adalah kesigapan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk ikut mendampingi korban di rumah sakit saat kejadian Bom Thamrin pada tahun 2016 dan Bom Kampung Melayu pada tahun 2017.

Menurut dia, hal yang harus diperbaiki dari kebijakan pemerintah adalah terkait perawatan lanjutan bagi korban yang harus terus berobat. “Saya sudah divonis dokter bahwa saya akan seumur hidup meminum obat dan merasakan sakit. Itu bukan hal yang mudah. Saya harus berganti-ganti dokter. Saya harus mencari rumah sakit yang cukup baik. Dengan keterbatasan dari pemerintah banyak yang mesti harus diperbaiki, baik dari sisi pendanaan maupun pendampingan psikologis,” ujarnya. [LADW]

Baca juga Memahami Terorisme dari Perspektif Korban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *