Metanarasi Agama: Kegagalan Kelompok Ekstrem (Bagian 1)
Oleh: Fikri
Master Ilmu Politik Universitas Indonesia
Perubahan dan perkembangan peradaban umat manusia selalu bergerak sampai saat ini. Manusia senantiasa merespon kehidupannya dengan cara yang baru dan menghasilkan ide-ide baru dalam peradaban. Proses ini terus berlanjut karena berjalannya kehidupan tidak hanya sekadar taken for granted, atau secara pasif membiarkan diri manusia terhanyut oleh arus. Lebih dari itu, kebudayaan dan peradaban akan terus berubah dan berbeda dengan gejala alam yang sifatnya fisik dan tak berubah.
Setiap peradaban pasti mempunyai narasi besar, atau biasa disebut metanarasi. Menurut Jean Francois Lyotard dalam buku The Postmodern Condition, metanarasi merupakan suatu cerita besar yang berfungsi untuk melegitimasi pengalaman manusia dan memberikan kerangka berpikir untuk memahami peristiwa. Ia memiliki sifat menyatukan, total dan universal. Sebagai contoh, peradaban Eropa era imperium gereja ortodoks ditandai dengan metanarasi doktrin agama yang kuat, kebenaran harus mengacu kepada pengetahuan yang diberikan oleh gereja ketika itu. Kemudian memasuki era Modernisme, metanarasi beralih kepada pengetahuan ilmiah dan kebebasan manusia.
Baca juga Refleksi Akhir Tahun Korban, Pelaku Terorisme, dan Nurani Kita
Selain peradaban modern, muncul Islam sebagai sebuah agama pada awalnya kemudian menjadi sebuah peradaban. Pada beberapa bagian dari ajaran Islam bersifat doktrinasi, misalnya soal ketuhanan (ketauhidan). Namun Islam tidak anti terhadap ilmu pengetahuan, sebagaimana Karen Amstrong mengungkapkan dalam buku Fields of Blood, Yahudi dan Islam tidak pernah secara serius terganggu oleh temuan-temuan ilmiah tentang asal usul kehidupan. Hal tersebut bisa dibenarkan, bahkan secara keseluruhan ilmu pengetahuan digunakan untuk memperkuat keimanan.
Garis besar peradaban Islam juga memiliki metanarasi, jika diringkas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, akidah atau keyakinan, yaitu berisi tentang prinsip-prinsip dalam mengenal Allah dan Rasulnya. Suatu pemahaman dasar yang harus diyakini oleh setiap pemeluknya dan keyakinan yang akan menentukan paradigma seseorang dalam beragama. Kedua, ibadah, terdiri dari dua jenis, ibadah ritual seperti sholat, puasa, zakat dll dan ibadah muamalah, seperti adab-adab dalam berhubungan dengan orang lain, ekonomi, politik dan seterusnya. Kedua metanarasi tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri namun saling memperkuat satu sama lain.
Baca juga Distorsi Kaidah Ulil Amri: Upaya Memahami dan Menyikapi Kepemimpinan secara Utuh
Persoalannya Islam juga melahirkan berbagai kelompok dengan paradigma berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena keterangan-keterangan dalam Al Quran banyak bersifat garis besar, sehingga selalu membuka kemungkinan tafsiran yang beraneka ragam. Di antara banyak kelompok tersebut, tulisan ini akan membahas kelompok ekstremisme, atau dalam sejarah awal Islam identik disebut dengan kelompok khawarij. Kelompok ekstremisme menambahkan metanarasi Daulah Islam (Negara Islam), selain kedua metanarasi yang sebelumnya telah disebutkan.
Negara Islam bagi mereka merupakan sebuah kewajiban utama, walaupun dalam teks Al Quran dan Hadist tidak ada perintah yang mewajibkan akan hal tersebut. Argumentasi Daulah Islam sebagai bentuk negara diwajibkan untuk menjaga agama dari hal-hal yang dianggap bersifat kemusyrikan dan juga untuk menerapkan syariat. Salah satu bentuk kemusyrikan adalah soal hakimiyah/hukum, yaitu berhukum kepada selain hukum Allah. Padahal syariat dimungkinkan terjaga dalam bentuk yang berbeda-beda, contoh dalam bentuk kerajaan, negara republik, atau bentuk negara lainnya.
Baca juga Pemerintahan Ideal Menurut Islam
Sejarah menerangkan Islam diimplementasikan dalam berbagai bentuk, seperti kekhilafahan dan juga kerajaan. Indonesia sendiri bukan berbentuk negara Islam mutlak, namun kebebasan beragama sangat dijunjung tinggi. Pertanyaan adalah apa saja unsur-unsur dalam metanarasi Daulah Islam?, mengapa metanarasi kelompok ini mengalami kegagalan dalam membangun perdamaian?
Bersambung.
Baca juga Refleksi Hari Ibu: Perempuan, Kasih Sayang dan Perdamaian