Keteladanan Penyintas bagi Generasi Muda Lampung
Aliansi Indonesia Damai- Pesan-pesan ketangguhan hidup dan kisah pemaafan korban terorisme (penyintas) kepada pelaku memberikan keteladanan kepada generasi muda. Dalam kegiatan “Dialog Interaktif Virtual: Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang digelar AIDA di MAN 1 Bandar Lampung, Senin (17/1) lalu, sejumlah siswa mengungkapkan pembelajaran (ibrah) dari kisah para korban.
Nilai-nilai yang disampaikan penyintas, seperti pemaafan dan ketangguhan, diharapkan menjadi bekal bagi pertumbuhan generasi muda. Kegiatan tersebut menghadirkan salah satu korban Bom Bali 2002, Hayati Eka Laksmi. Di hadapan lebih dari lima puluh siswa yang mengikuti acara secara daring, Eka berbagi cerita perjuangan hidup usai suaminya meninggal dunia akibat serangan bom di Pulau Dewata.
Baca juga Dialog Siswa MAN 1 Bandar Lampung dengan Mantan Ekstremis
Meski kehidupannya menjadi serbasulit, Eka memilih memaafkan pelakunya. Ia percaya, memaafkan jauh lebih baik daripada memendam rasa dendam. Menurut dia, memelihara rasa benci atau dendam, apalagi diikuti hasrat membalas dendam justru berdampak merugikan. Tidak hanya dapat menjauhkan kedamaian, tetapi juga membuat pribadi menjadi lemah, payah, gelisah, dan berpengaruh pada kondisi kejiwaan.
Merespons kisah Eka, salah seorang siswi mengungkapkan bahwa sosok Eka telah memberikan pembelajaran bagi dirinya bahwa manusia harus terus menebarkan cinta kasih sekalipun terhadap pihak yang pernah melakukan kesalahan kepadanya. Ia pun mengaku kagum atas keikhlasan korban yang ikhlas menerima cobaan demi cobaan. Meskipun tak mudah, korban bisa bangkit dari berbagai keterpurukan.
Baca juga Dialog Siswa SMAN 4 Tasikmalaya dengan Mantan Ekstremis
“Dari kisah korban (Bu Eka) saya belajar arti keikhlasan. Korban telah ikhlas menerima kejadian tersebut. Dan kejadian itu dijadikan sebagai ladang Bu Eka untuk naik kelas dan menjadi lebih kuat,” ungkap siswi yang aktif di kepengurusan OSIS itu.
Dalam kesempatan tersebut , AIDA juga menghadirkan mantan pelaku ekstremisme kekerasan, Iswanto. Ia juga berbagi kisah saat terlibat dalam jaringan ekstrem. Setelah melewati berbagai lika-liku kehidupan, Iswanto memilih bertobat dan kini aktif mengampanyekan perdamaian.
Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Serang (Bag. 1)
Salah seorang siswa lantas mengambil pelajaran dari kisah pelaku. “Menyelesaikan kekerasan tidak harus dengan kekerasan, tetapi dengan cara yang baik. Ada banyak jalan yang bisa kita sampai pada tujuan,” ucapnya.
Yuniarti, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, MAN 1 Bandar Lampung, mengapresiasi kegiatan tersebut, karena dapat memberikan pembelajaran bagi siswa-siswi untuk menjadi generasi yang cinta damai. “Kesempatan yang bagus sekali. Apalagi AIDA sudah cukup lama berkiprah di Indonesia, membentuk generasi muda Indonesia yang cinta damai,” tuturnya.
Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Serang (Bag. 2)
Ia pun berharap anak-anak didiknya dapat menjadi contoh bagi pelajar lain sebagai cerminan dari pelajar yang agamis, cerdas, ramah, dan edukatif. Ia juga menekankan bahwa menjadi pelajar tidak cukup menguasai pengetahuan semata, akan tetapi juga penting memiliki akhlakul karimah dan menjadi contoh bagi orang lain. “Semoga siswa kami bisa menjadi role model, untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan. Menjadi insan dan generasi muda yang tidak hanya menguasai iptek tetapi juga imtak (iman dan takwa)-nya bagi masyarakat,” katanya memungkasi. [AH]
Baca juga Dialog Siswa SMAN 1 Manonjaya dengan Penyintas Bom Bali