Mewujudkan Mimpi Indonesia Damai
Aliansi Indonesia Damai- Indonesia membutuhkan kontribusi generasi muda dalam mewujudkan cita-cita pendiri bangsa, yakni menjadi bangsa yang damai, tenteram, adil, dan sejahtera seluruh rakyatnya. Salah satu kontribusi yang diharapkan adalah menyebarluaskan perdamaian dan menghindari segala konflik dan kekerasan.
Deputi Direktur AIDA, Laode Arham, mengatakan, generasi muda Indonesia adalah harapan perdamaian di masa depan. Sebab itu, nilai-nilai ketangguhan mesti ditanamkan sejak dini agar segala tantangan dapat disikapi secara proporsional. “Wajah-wajah generasi muda selalu memberikan energi positif untuk kemajuan dan perdamaian bangsa,” ujar Laode dalam Diskusi Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMK Cendekia Bangsa, Kepanjen, Malang, (15/3/2022).
Baca juga Pesan Perdamaian Pelajar Malang (Bag. 1)
Di era kemajuan teknologi informasi, tantangan generasi muda makin berat. Penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, dan bahkan permusuhan yang berpotensi melahirkan kekerasan masif di media sosial. “Dengan sikap tangguh, generasi muda diharapkan bisa menghadapi tantangan-tantangan ini. Ke depan, boleh jadi akan lebih hebat lagi, terutama bagi kita yang setiap hari bergelut dengan media sosial,” ujarnya.
Dalam pandangan Laode, kemajuan teknologi dan informasi semestinya dapat memudahkan dan mewarnai pengetahuan generasi muda. Namun yang terjadi tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Di satu sisi, media sosial memudahkan dan mempercepat informasi dan pengetahuan. Tetapi di sisi lain, juga acapkali menghadirkan informasi yang salah, dan bahkan cenderung menyesatkan.
Baca juga Pesan Perdamaian Pelajar Malang (Bag. 2)
“Informasi memang lebih cepat, tapi bukan berarti informasi yang kita dapatkan menjadi informatif, malahan seringkali menjadi kesalahan informasi. Dan yang paling memprihatinkan, informasi tak jarang menjadi disinformasi, atau penyesatan dan penyalahgunaan informasi, sehingga informasi yang benar menjadi salah, yang salah menjadi benar,” katanya.
Hal itu turut berdampak pada pembelahan masyarakat. “Ada yang sengaja menciptakan informasi sesat, ujaran kebencian, dan mengajak orang melalui media sosial untuk memahami ajaran sesat, mengkafirkan orang lain dan menghalalkan darah orang lain. Kegaduhan ini yang dapat melahirkan konflik horizontal di kalangan masyarakat,” ujar aktivis asal Sulawesi Tenggara itu.
Baca juga Buah Kesabaran Penyintas Bom
Tantangan-tantangan itu diharapkan bisa diantisipasi oleh semua pihak. Sebab, konsekuensi yang akan timbul tindak hanya dapat melahirkan perpecahan, tetapi juga pada aspek yang lebih besar, seperti kehancuran negara dan peradaban. “Bukan hanya orangnya tetapi juga bangsa dan negaranya yang hancur lebur,” katanya.
Laode menerangkan, konflik dan perpecahan yang banyak terjadi di negara-negara lain tak jarang karena penyebaran disinformasi. “Di Timur Tengah sudah banyak terjadi di negara-negara konflik. Masyarakatnya tidak percaya satu sama lain, dan pemerintahannya tidak dihormati. Kita tidak ingin Indonesia tercerai berai seperti negara-negara itu,” demikian harapannya.
Baca juga Penyintas Bom Bali Berbagi Ketangguhan di SMKN 3 Surakarta
Oleh sebab itu, Laode mengajak generasi muda menghindari konflik dan kekerasan. Caranya bisa belajar dari ketangguhan mantan pelaku terorisme yang bertobat dan memiliki kehendak yang besar untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalunya. Selain itu, juga belajar dari korban terorisme yang memilih berdamai dengan keadaan dan bangkit dari segala penderitaan.
“Kita ambil ibroh dari mantan pelaku dan korban. Kita bangkit dan menjadi generasi tangguh sebagaimana harapan orang tua, guru, masyarakat, dan bangsa Indonesia. Semua itu demi mimpi kita semua untuk melihat Indonesia lebih damai lagi, menjadi bangsa yang maju, bangsa yang Baldatun Tayyibatun wa Rabbun Ghafur,” katanya memungkasi. [AH]
Baca juga Mencetak Generasi Muda Berkarakter Damai