28/09/2021

Penyintas Bom Bali Berbagi Ketangguhan di SMKN 3 Surakarta

Aliansi Indonesia Damai- Ni Wayan Rasni Susanti tak kuasa menahan kesedihannya kala menceritakan kisah suaminya, I Made Sujana, yang meninggal dunia akibat Bom Bali 2002. Dengan suara berat bercampur isak tangis, Rasni berkisah di hadapan siswa-siswi SMKN 3 Surakarta dalam Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang dilaksanakan AIDA, beberapa waktu lalu.

Ledakan dahsyat mengguncang kawasan Legian, Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002. Made Sujana yang bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu restoran di kawasan tersebut sempat tidak diketahui keberadaannya selama berbulan-bulan. Di tengah perasaan yang campur aduk, antara kepasrahan dan harapan suaminya akan kembali pulang, Rasni akhirnya mendapatkan kabar tentang suaminya. Jasad Made berhasil teridentifikasi, meski hanya tinggal serpihan tulang.

Baca juga Mencetak Generasi Muda Berkarakter Damai

Beban berat menghantam Rasni bertubi-tubi. Belum sembuh luka batinnya karena ditinggal suami, Rasni dihadapkan pada kondisi yang sulit lainnya, yaitu bertahan hidup. Otomatis ia harus menjadi tulang punggung keluarga. Pasalnya, anak-anaknya masih kecil dan tentunya membutuhkan biaya. Rasni bertekad sekuat tenaga menjalani peran sebagai orang tua tunggal.

Kisah ketangguhannya memancing pertanyaan peserta. Salah seorang peserta bertanya bagaimana perasaan Rasni usai ditinggal suami. Rasni mengakui, kala itu marah dan trauma bercampur jadi satu. Ia marah karena suaminya menjadi korban dari aksi tak bertanggung jawab, padahal suaminya hanya pergi bekerja mencari nafkah, bukan melakukan hal-hal yang tidak benar.

Baca juga Generasi Muda Cerdas Bermedsos

Sementara trauma yang dialami Rasni jauh lebih hebat. “Saya sudah belajar mencoba ikhlas, tetapi susah sekali. Walaupun itu dilakukan setiap hari, tetapi kadang hati ini susah menerima,” ujar Rasni.

Secara perlahan, Rasni mampu melawan trauma tersebut. Aspek spiritualitas membantu Rasni mengikis problem psikis dalam dirinya. “Akhirnya sambil berjalan, berdoa terus, berpasrah, saya selalu minta kekuatan dan kesabaran kepada Tuhan setiap hari, supaya beban ini diangkat dari diri saya,” ucap Rasni.

Baca juga Dialog Mantan Napiter dengan Siswa SMKN 3 Surakarta

Rasni enggan menyimpan dendam. Baginya, apa yang telah terjadi merupakan takdir yang harus ia terima. Rasni bahkan memaafkan para pelaku yang telah merenggut nyawa suaminya. Setiap kali dipertemukan dengan mantan pelaku terorisme, tidak ada lagi kebencian yang bersemayam di dalam hatinya.

Kehadiran anak-anak juga berperan dalam mengobati luka hati Rasni. Rasni turut mengajak anak-anaknya untuk tidak menyimpan amarah. “Terkadang saya peluk mereka, walaupun mereka agak marah. Lama-kelamaan ketika mereka tumbuh semakin besar, mereka pun akhirnya mengerti,” tutur Rasni.

Baca juga Dialog Siswa SMAN 1 Surakarta dengan Mantan Ekstremis

Ketua Pengurus AIDA, Hasibullah Satrawi, meminta para peserta untuk mengambil pembelajaran dari kisah Rasni tentang betapa besar pengorbanan sosok ibu. “Kita belajar bagaimana perjuangan seorang ibu di belakang anaknya. Sadarilah bahwa ibu-ibu kita senantiasa berjuang dengan hebat demi kita, anaknya. Sekarang ibu kalian mungkin lagi di dapur atau di halaman. Habis ikut kegiatan ini, langsung peluk dan cium mereka,” ucap Hasib berpesan. [FAH]

Baca juga Siswa SMAN 1 Surakarta Belajar Ketangguhan dari Penyintas Bom

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *