22/06/2022

Psikologi Memaafkan (Bag. 2)

Aliansi Indonesia Damai- Memaafkan adalah skill hidup. Itulah mengapa tidak semua orang mampu dengan mudah memaafkan. Seperti skill hidup yang lain, memaafkan dan meminta maaf akan memiliki dampak pada kesejahteraan hidup seseorang.

Seseorang yang mudah memaafkan cenderung lebih puas dengan kehidupan mereka, mengurangi depresi, kecemasan, stres, kemarahan, dan permusuhan akibat masih menyimpan rasa marah kepada orang lain. Sebaliknya, orang yang menyimpan dendam memiliki kemungkinan lebih besar mengalami depresi berat, masalah mental seperti post-traumatic stress disorder dan masalah kesehatan lainnya.

Baca juga Psikologi Memaafkan (bag. 1)

Karen Swarts, Direktur The Mood Disorders Adult Consultation Clinic di The Johns Hopkins Hospital, Amerika Serikat, mengatakan bahwa kemarahan yang amat sangat membuat seseorang dalam ‘fight-or-flight’, artinya menghasilkan banyak perubahan pada detak jantung, tekanan darah, dan kondisi tegang lainnya dalam tubuh.

Hal tersebut meningkatkan risiko depresi, penyakit jantung, diabetes, dan masalah kesehatan lainnya. Memaafkan mampu menenangkan tingkat stres sehingga mengarah pada peningkatan kesehatan tubuh. Manfaat memaafkan tidak hanya ditemui pada aspek kesehatan fisik dan psikis, namun juga pada aspek hubungan antarmanusia.

Baca juga Fondasi dan Keutamaan Memaafkan (Bag.1)

Mengingat manfaatnya yang  sangat besar, memaafkan menjadi ajaran kebajikan universal. Nyaris semua ajaran agama serta kebudayaan menunjukkan bahwa sikap pemaaf menjadi bentuk ideal perilaku orang baik. Artinya orang baik digambarkan secara tulus sebagai sosok yang mau memohon maaf atas kesalahan mereka dan memberi maaf atas tindakan keliru yang menimpa mereka.

Merajut tali asih

Penelitian berjudul Victim and Offender Accounts of Interpersonal Conflict: Autobiographical Narratives of Forgiveness and Unforgiveness berfokus meneliti persepsi memaafkan, menggunakan metode analisis narasi dengan cara subjek penelitian mencatat peristiwa disakiti maupun yang menyakiti, serta perasaan sakit yang dapat dimaafkan dan yang tidak dapat dimaafkan.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persepsi luka interpersonal tergantung pada peran seseorang sebagai korban atau pelaku, dan tergantung kemampuan mereka untuk memaafkan. Subyek yang memaafkan menggambarkan hasil dan pengaruh positif dalam mengelola dirinya, daripada subyek yang menuliskan ungkapan berisi hal-hal yang tidak memaafkan.

Baca juga Fondasi dan Keutamaan Memaafkan (Bag. Terakhir)

Riset di atas menegaskan bahwa maaf-memaafkan mampu memperbaiki hubungan antarmanusia dan juga meningkatkan kemampuan interpersonal seseorang. Namun proses memaafkan tidak berhenti pada kata maaf, namun juga disertai dengan tindakan dan sikap yang lebih baik.

Orang yang saling memaafkan sejatinya sudah berjalan ke masa depan dengan lebih baik. Karena orang yang enggan saling memaafkan adalah orang yang terjebak di masa lalu. Hidupnya penuh dengan kegelisahan, rasa marah, dan dendam atas peristiwa yang telah berlalu. Sekarang kita bisa memilih, apakah mau hidup di masa depan dengan maafkan atau hidup berjalan namun pikiran masih di masa lalu? (bersambung)

Baca juga Support System Melewati Derita (Bag. 1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *