18/10/2022

Menginspirasikan Ketangguhan di SMAN 2 Surakarta

Aliansi Indonesia Damai- AIDA menggelar kampanye perdamaian di SMAN 2 Surakarta, Jawa Tengah, awal Oktober 2022 silam. Kegiatan ini merupakan rangkaian safari perdamaian AIDA di sekolah-sekolah Surakarta. Kegiatan dihadiri sekitar 80 siswa aktivis organisasi intrasekolah.

Dalam kegiatan ini, AIDA menghadirkan kisah ketangguhan korban-korban terorisme. Sebagian korban yang terkena langsung dampak serangan mengalami cedera parah hingga membuatnya mengalami disabilitas. Sementara korban tidak langsung, yaitu mereka yang kehilangan anggota keluarga akibat ledakan bom, harus menanggung derita karena kehilangan tulang punggung keluarga.

Baca juga Empati Terhadap Korban Terorisme

Saat bersamaan, AIDA juga menghadirkan kisah mantan pelaku terorisme. Meskipun memiliki latar belakang cerita yang beragam, namun secara garis besar mereka terjerumus dalam jaringan ekstremisme karena ghirah keagamaan yang tinggi dan dipengaruhi oleh orang-orang terdekat. Sejumlah pelaku lantas memutuskan bertobat dan keluar dari kelompoknya yang dulu.

Kisah korban dan mantan pelaku menginspirasi siswa-siswi SMAN 2 Surakarta. Salah satu siswa mengungkapkan, kisah perjuangan korban yang mengalami disabilitas atau kehilangan anggota keluarga menyuntikkan semangat pada dirinya agar menjadi pribadi yang lebih tangguh.

Baca juga Membekali Pelajar dengan Karakter Ketangguhan

“Mereka (korban) saja yang terpuruk sedemikian rupa mampu menghadapi masalah dan bangkit kembali. Bagaimana dengan saya yang bukan siapa-siapa dan masih sehat-sehat saja? Saya harusnya bisa sekuat korban,” ujarnya.

Menurut dia, kisah yang paling menyentuh hatinya adalah para perempuan yang mati-matian menghidupi anak-anaknya seorang diri karena suaminya meninggal dalam peristiwa serangan bom.

Baca juga Kesepahaman untuk Perdamaian

Sementara dari kisah mantan pelaku terorisme, siswa tersebut menekankan pentingnya sikap kritis yang membuat pelaku bisa menyadari bahwa paham yang mereka anut sebelumnya salah. “Selama ini mantan pelaku diberitahu oleh pimpinannya untuk tidak menerima ajaran lain selain kelompok mereka. Tapi dengan sikap kritisnya, mantan pelaku berani berdiskusi dengan ustaz atau orang lain. Itu membuka pikiran mereka,” ucap siswa tersebut.

Lebih dari itu, dalam hematnya, mantan pelaku juga mengajarkan keberanian keluar dari ‘zona nyaman’. Padahal keluar dari kelompok itu pasti sangat berisiko. Mereka bisa saja dibenci bahkan dimusuhi oleh kelompoknya sendiri.

Selain itu mantan pelaku juga berani mengakui kesalahan. “Setelah mendengar cerita korban, mantan pelaku menyadari kesalahan di masa lalu. Mereka dulu telah mengakibatkan banyak sekali kerugian, trauma, dan kesedihan bagi korban. Mantan pelaku mau mengaku salah dan legowo karena menyadari telah melakukan kesalahan yang fatal,” ujarnya. [FAH]

Baca juga Menolong Korban dan Mantan Pelaku Terorisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *