23/11/2023

Menyeimbangkan Otak Akademis dan Kebijaksanaan

Aliansi Indonesia Damai- “Begitu ada informasi maka otak berproses. Jadi, kalau yang ada itu radikal, maka respons otak itu pasti radikal. Anak-anak yang dididik dengan kesantunan maka ketika tasnya diambil oleh temannya, maka otaknya akan merespons santun. Tapi anak-anak yang dididik dengan radikal oleh orang tuanya begitu tasnya diambil oleh temannya, apa yang dia lakukan, pukul, tarik, rebut. Itu cara kerja otak yang normal.”

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Nur Wahid, Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Samarinda, Kalimantan Timur, dalam Pengajian “Menyerap ‘Ibroh Kehidupan Korban dan Mantan Pelaku Terorisme” di Pondok Pesantren (PP) Istiqamah Muhammadiyah, Batu Besaung, Samarinda, beberapa waktu silam.

Baca juga Keluarga Harmonis Kunci Terciptanya Perdamaian

Pengajar Anatomi Fisiologi di salah satu perguruan tinggi di Samarinda itu menjelaskan tentang pentingnya memprogram mindset seseorang agar bisa menyeimbangkan antara otak akademis dan otak kebijaksanaan.  Menurut dia, otak akademis sudah mulai aktif sejak kecil. “Diajari matematika, fisika, sejarah, sudah masuk semua. Bahkan ada anak SD yang sudah hafal 15 juz, bahkan 30 juz. Itu otak kecerdasan, otak akademis namanya,” ujarnya.

Wahid mencontohkan, ketika ada orang secara spontan menolak dimintai duit oleh temannya atau bahkan orang yang tidak dikenal, maka respons itu merupakan hasil dari kerja otak akademis. “Kalau kamu punya 10 ribu, kamu kasihkan 5 ribu, tinggal 5 ribu dong. Begitu otak akademis itu. Dan, itu diperkuat di sekolah-sekolah dengan pelajaran matematika,” katanya.

Baca juga Membentengi Generasi Muda dari Paham Kekerasan

Ia menilai respons tersebut adalah normal, tetapi semestinya harus diimbangi dengan otak kebijaksanaan yang terletak di pre-frontal cortex (PFC) yang terisi dengan norma, aturan, hukum, dan agama.

“Ketika prefrontal ini mengambil keputusan bijaksana, itu karena ada informasi, hukum, norma, aturan, dan agama di dalam otak itu. Kalau norma, aturan, hukumnya bermasalah, radikal juga, sama, kembali ke otak akademis tadi,” katanya.

Baca juga Dinamika Hubungan Korban dan Mantan Teroris

Karena itu Wahid menegaskan pentingnya memilah informasi yang masuk setiap saat karena memengaruhi proses pemrograman otak. Informasi-informasi itu sangat memengaruhi pembentukan otak akademis dan otak kebijakan dalam diri manusia.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh AIDA bekerja sama dengan alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama yang digelar di Samarinda sebelumnya. Puluhan santri dan ustaz Ponpes Istiqamah menghadiri kegiatan ini. [MLM-MSY]

Baca juga Dialog Santri dengan Tokoh Agama di Samarinda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *