Mahasiswa Unila: “Kisah Korban dan Mantan Pelaku Penuh Wawasan”
Aliansi Indonesia Damai- Peran mahasiswa sebagai kaum intelektual sangat penting dalam memelihara perdamaian di Indonesia. Kesadaran tersebut mendasari AIDA menyelenggarakan Diskusi “Mengukuhkan Peran Mahasiswa dalam Membangun Perdamaian” dengan bekerja sama dengan Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung di Bandar Lampung pada 21 November 2023. Kegiatan diikuti oleh 68 mahasiswa Universitas Lampung.
Alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang digelar AIDA sebulan sebelumnya, Aldiva Mukhsin dan Tisa Seftiana Lutfi, menjadi fasilitator dalam kegiatan. Mereka mengajak para peserta Diskusi untuk peduli dengan kondisi perdamaian di negeri tercinta, khususnya dengan mengambil pelajaran dari kisah korban dan mantan pelaku terorisme.
Baca juga Mahasiswa Duta Perdamaian Bangsa
Tisa menjelaskan tentang pentingnya berkaca dari kehidupan mantan pelaku. Dari kisah orang-orang yang pernah bergabung dengan kelompok ekstremis kekerasan, kaum mahasiswa dapat merenungkan hikmah bahwa pintu tobat dari Tuhan tak pernah tertutup. Dia sempat menyaksikan langsung mantan pelaku terorisme menceritakan jalan keinsafannya dalam kegiatan AIDA sebelumnya.
“Tetapi tidak hanya penyesalan, mantan pelaku tersebut juga melakukan upaya untuk bertemu dengan para korban,” katanya. Lebih lanjut Tisa menerangkan bahwa dari kaca mata orang yang pernah berpemikiran ekstremisme, melangkah untuk mengiba maaf kepada para korban tidaklah gampang. Pasalnya, selama bergabung dengan kelompok tersebut mereka dibuai dalam romantisme perjuangan suci dengan dalih membela agama. Dampak dari aksi terorisme yang dialami para korban selama ini tak pernah terpikirkan di benak mereka.
Baca juga “Kita Harus Lebih Kritis dan Tidak Mudah Terpengaruh”
Pelajaran yang tidak kalah penting adalah pentingnya mahasiswa berkaca dari kehidupan korban terorisme, Tisa menjelaskan. Pelajaran yang ia maksudkan adalah pelajaran tentang perdamaian. “Ada perasaan terpukul karena kehilangan keluarga yang dicintai, namun di sisi lain mereka ada perasaan untuk memaafkan mantan pelaku demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kedamaian,” ungkapnya. Dengan kedamaian akan terwujud keindahan. Jika tidak bisa berdamai dengan masa lalu kehidupan ini tidak akan mengalami ketenangan.
Dia juga menyebutkan sisi ketangguhan korban terorisme dalam menghadapi keterpurukan hidup yang lainnya. Sebagian korban, kata dia, bahkan tidak ingin lagi dipandang orang lain sebagai korban terorisme. “Di antara mereka ada yang inginnya disebut sebagai mantan korban karena mereka telah bangkit. Jika hanya korban itu kesannya mereka tidak bisa bangkit menyuarakan perdamaian. Mereka tidak mau seperti itu,” jelasnya.
Baca juga Mahasiswa UML Belajar Resiliensi dari Kisah Penyintas
Sebagai contoh yang dialami oleh Sudirman, korban Bom Kuningan 2004. Tisa mengatakan bahwa Sudirman telah kehilangan mata akibat peristiwa tersebut, ia juga harus meminum obat sejak 2005 sampai saat ini. Namun, kata Tisa, Sudirman sangat hebat karena telah memaafkan mantan pelaku. Hal itu bisa terjadi karena Sudirman berpikir dengan memaafkan akan membuatnya lebih damai. Dari sikap memaafkan yang seakan-akan hanya sederhana, namun hal tersebut bisa mewujudkan perdamaian.
Senada dengan itu, Aldiva mengatakan bahwa cerita korban sangat inspiratif. “Sangat insightful (penuh wawasan-red) karena mengingatkan kita bahaya terorisme, sehingga penting untuk memilih teman dan organisasi,” ungkapnya. Lalu ia menjelaskan poin-poin pelajaran yang bisa diambil dari korban dan mantan pelaku untuk bisa diterapkan dalam kehidupan. Pertama, katanya, perdamaian dimulai dari diri sendiri. Kedua, tidak membalas kekerasan dengan kekerasan.
Baca juga Salah Cara Membela Saudara
Sebagaimana yang dicontohkan Sudirman, Aldiva menjelaskan, kerugian dan pengobatan harus ia jalani sampai saat ini, tapi ia tidak membalas dendam kepada pelaku. Pelajaran ketiga, menurut Aldiva, meyakini bahwa setiap musibah adalah ujian dari Yang Maha Kuasa, sebagai bentuk pendekatan diri kepada Sang Pencipta, karena di balik setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
Terakhir, Aldiva mengajak rekan-rekannya sesama mahasiswa yang hadir dalam Diskusi untuk memahami bahwa setiap insan harus menerima kenyataan dengan ikhlas dan mulai mencintai diri sendiri. Memaafkan adalah hal yang indah. Dari memaafkan akan timbul kerukunan, sebagaimana kisah antara korban dan mantan pelaku bisa saling memaafkan, bahkan satu sama lain menjadi saudara demi terciptanya perdamaian. [F]
Baca juga Menjadi Pemimpin yang Islami