Menguatkan Kesadaran Umat dalam Merawat Perdamaian
Aliansi Indonesia Damai- AIDA bekerja sama dengan alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama, Roji’in, menggelar Pengajian “Menyerap ‘Ibroh Kehidupan Korban dan Mantan Pelaku Terorisme” di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur akhir 2023 lalu. Sedikitnya 60 warga nahdliyin di Kota Tenggarong dan sekitarnya menghadiri Pengajian. Kegiatan diselenggarakan dalam rangka menguatkan kesadaran bersama akan pentingnya merawat perdamaian, belajar dari kisah korban dan mantan pelaku terorisme.
Roji’in selaku alumni Pelatihan Perdamaian AIDA didapuk menjadi narasumber Pengajian. Ia menyampaikan materi berdasarkan pengalamannya bertemu penyintas aksi teror bom dan mantan narapidana teroris yang telah meninggalkan paham kekerasan.
Baca juga Menggugah Semangat Perdamaian Kaum Aktivis di Unmal
Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kutai Kartanegara itu juga menjelaskan kepada jamaah Pengajian soal perkembangan isu dan gerakan terorisme di wilayah Kalimantan Timur. Doktrin ideologi kelompok teroris ISIS, kata dia, sangat serampangan membajak ajaran agama sampai menginstruksikan pengikutnya untuk membunuh siapa pun yang tidak sepaham. Dari itu, pemerintah meningkatkan upaya pencegahan aksi teror.
“Undang-undang kita yang baru lebih represif dalam memberantas terorisme. Kita ikut hadir di acara kelompok yang diduga kumpulan orang ekstrem saja bisa ditangkap itu. Jadi, sifatnya preventif, sebelum terjadi aksi kalau sudah ada perencanaan teror itu aparat langsung menangkap,” ujarnya menerangkan.
Baca juga Menumbuhkan Budaya Memaafkan di Kalangan Generasi Muda
Roji’in menyayangkan masih ada pihak yang menganggap terorisme itu rekayasa. Apalagi jika yang menjadi korban adalah pejabat negara. Padahal kelompok itu benar-benar ada. Korban dari pejabat negara itu pun juga menderita luka yang serius dari aksi tersebut. “Kita harus melihat dengan jernih dan objektif. Jangan mudah terprovokasi! Dan pola-pola (provokasi) mereka seperti itu, bagaimana masyarakat benci kepada pemimpin,” tuturnya.
Ia juga menambahkan, pola pikir para teroris itu memang tidak bisa dinalar. Mereka bahkan tega mengajak anak dan istrinya untuk sama-sama melakukan aksi, seperti yang terjadi pada kasus bom di Gereja Katedral Makassar 2021. Roji’in menyebut para pelaku itu dicekoki oleh ideologi dan doktrin agama yang menyimpang. Pengajian tempat mereka belajar menganjurkan untuk melakukan aksi bom bunuh diri atau yang biasa disebut amaliyat sebagai amalan pahala yang diganjar surga.
Baca juga Perdamaian Wajib Diperjuangkan
Roji’in pun mengajak para jamaah Pengajian untuk memperluas ilmu agar tidak terperangkap dalam doktrin yang sempit. Caranya dengan belajar fiqih politik, fiqih siyasah, dan fiqih kebangsaan.
“Jadi, sistem politik yang islami itu, sesuatu yang mengajak manusia pada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan-keburukan, walaupun tidak ada contoh dari Rasul dan tidak pernah ada wahyu yang turun. Kalau terpaku pada satu teks, kata ulama Syihabuddin Al-Qarafi itu suatu kesesatan,” katanya.
Baca juga Mahasiswa Unila: “Kisah Korban dan Mantan Pelaku Penuh Wawasan”
Roji’in pun mengingatkan agar umat Islam tidak terpaku pada simbol di permukaan. Bisa saja di depan tampak terlihat islami, tapi dalam praktiknya malah tidak islami sama sekali. Hal itu pun berlaku pada sistem bernegara. Dia menjelaskan beberapa syarat agar sebuah negara itu bisa disebut islami.
“Yang pertama, sistem politik dan sistem ekonomi itu harus bisa mengatur urusan umat. Yang kedua, cara pengambilan kebijakan dengan cara musyawarah dan ijtihad. Karena di dalam Islam sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan konsep baku bernegara. Yang ketiga, ada kemaslahatan yang ingin dicapai. Dan yang terakhir, bagaimana satu sistem itu harus bisa menjawab tantangan kontemporer,” ucap Roji’in. [FAH]
Baca juga Mahasiswa Duta Perdamaian Bangsa