Home Berita Geliat Perdamaian dari Pesantren Al-Mukmin Sragen
Berita - Pilihan Redaksi - 02/12/2019

Geliat Perdamaian dari Pesantren Al-Mukmin Sragen

Aliansi Indonesia Damai – Pesantren memiliki kontribusi yang besar dalam mewujudkan perdamaian di Indonesia. Santri turut menjadi generasi muda yang menentukan arah masa depan bangsa Indonesia. Karena itu, santri diharapkan menjadi pionir untuk melestarikan perdamaian di Indonesia.

Harapan itu disampaikan salah satu peserta Diskusi dan Bedah film ”Tangguh” yang digelar di pelataran Masjid Pondok Pesantren Al-Mukmin Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Minggu (24/11). Menurutnya, paham-paham ekstrem makin marak tersebar, maka nilai dan pesan-pesan di dalam film ”Tangguh” harus disebarluaskan pula kepada masyarakat luas. ”Film ini bagus sekali dan penting disebarluaskan karena paham-paham yang mengajak kepada tindakan kekerasan makin tersebar pula,” katanya.

Baca juga Alim Ulama Sukoharjo Ajak Masyarakat Cintai Perdamaian

Ia mengajak para santri untuk menjaga amanah para kiai untuk tidak terlibat pada segala bentuk tindakan yang mengarah pada kekerasan. ”Kita harus membawa almamater pondok pesantren kita. Jangan sampai membawa apa-apa yang tidak menjadi mandat dari kiai. Apalagi kita melakukan perbuatan yang melanggar hukum,” tegas salah satu ustaz asal Pondok Pesantren Wali Songo, Sragen tersebut.

Fasilitator diskusi, Ustad Ahmad Tuba, yang juga alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian AIDA mengatakan, pengeboman telah merusak kehidupan banyak orang. Menurutnya, begitu banyak korban tak bersalah terkena dampak aksi terorisme, seperti kehilangan sebagian anggota tubuh, nyawa, bahkan tak sedikit pula menderita seumur hidup akibat luka serius yang dialaminya.

”Terorisme merugikan banyak orang, memakan banyak korban. Bayangkan begitu banyak luka fisik yang harus diderita korban seumur hidup. Di film tadi korban harus meminum obat begitu banyaknya selama bertahun-tahun. Coba bayangkan kalau kita yang minum obat setiap hari. Ada juga korban kehilangan orang-orang yang dicintainya, kehilangan anggota tubuhnya,” paparnya.

Baca juga Mendengar Pertaubatan Mantan Pelaku Terorisme, Tokoh Agama Tersentuh

Ia mengajak peserta untuk mengambil pembelajaran (ibroh) dari korban terorisme yang mampu bangkit dan berdamai dengan diri sendiri. ”Korban itu luar biasa. Mereka pasti marah, ingin memukul, ingin menghantam pelaku. Namun mereka justru memaafkan. Bisa menerima bahwa ini sudah menjadi takdir dan bagian hidup mereka. Korban mengajarkan kita untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan,” jelas Tuba.

Sementara salah satu santri putri pesantren Walisongo, Sragen mengatakan, agama Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan. Perbuatan teror menurutnya bertentangan dengan nilai-nilai Islam. ”Kita harus peka terhadap lingkungan, masyarakat dan orang lain, jangan mementingkan diri sendiri. Apalagi sampai terjerumus ke dalam kelompok teroris,” tegasnya.

Seorang santri putri pesantren Al-Mukmin ini menyatakan bahwa tindakan terorisme bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, akibat aksi tersebut, begitu banyak korban yang harus menanggung derita. ”Apalagi bagi korban yang masih hidup, harus mengalami luka, cacat tubuhnya bahkan harus kehilangan bola matanya, sekujur tubuhnya terbakar, itu sudah tentu sangat merugikan,” katanya.

Ia juga mengajak peserta untuk selektif memilih guru dan teman agar tidak terjerumus ke dalam kelompok dan paham ekstremis. ”Kalau kita lihat mengapa orang menjadi teroris di film itu, karena faktor sahabat, guru dan lain-lain. Ada yang bilang pengeboman itu jihad. Padahal pengeboman merugikan korban serta keluarganya. Kehilangan keluarga, anggota tubuhnya bahkan menderita seumur hidup. Kita harus selektif memilih teman, guru dan berhati-hati dengan paham-paham yang membahayakan,” pungkasnya. [AH]

Baca juga Ikhtiar Tokoh Agama Wujudkan Perdamaian Indonesia

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *