”Paham Kekerasan Harus Kita Tolak”
Aliansi Indonesia Damai – Sejumlah tokoh pemuka agama, alim ulama, dan anggota organisasi kepemudaan se-Kecamatan Banyudono, Boyolali Jawa Tengah, mengajak masyarakat untuk mencintai kedamaian dan saling menghargai perbedaan di tengah-tengah masyarakat. Ajakan ini muncul dari kegiatan Diskusi dan Bedah Film ”Tangguh” yang diselenggarakan Jaringan Gusdurian Solo, Fatayat NU dan Anshor di Aula Kecamatan Banyudono, (23/11) lalu.
Kegiatan ini diselenggarakan sebagai bentuk kampanye perdamaian di tingkat akar rumput. Melalui media film ”Tangguh” masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya kedamaian. Upaya preventif terhadap segala bentuk pemahaman pro kekerasan begitu penting diupayakan sejak di lingkungan masyarakat bawah. Pasalnya, mutakhir ini media sosial bila tidak digunakan secara bijaksana, bisa berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat, atau malahan bisa memecah belah antar sesama.
Dalam sambutan kegiatan, Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Banyudono menyambut baik acara ini. Harapannya, masyarakat bisa belajar tentang arti merajut kebersamaan dan jalinan persaudaraan. ”Dari sini upaya dialog lebih diutamakan. Dari sini kita harus senantiasa melakukan dialog yang konstruktif untuk persaudaraan dan kemanusiaan,” harapnya.
Baca juga Geliat Perdamaian dari Pesantren Al-Mukmin Sragen
Film ”Tangguh” merupakan film dokumenter karya Aliansi Indonesia Damai (AIDA) yang mengisahkan tentang kehidupan mantan pelaku terorisme dan korbannya. Di dalam film diceritakan penderitaan sejumlah korban, ada yang terkena luka bakar di sekujur tubuh, kehilangan orang-orang tercinta, bahkan ada yang menjadi ibu sekaligus bapak sembari harus membesarkan anak-anaknya.
Di sisi lain, film tersebut juga mengisahkan kehidupan dan pertobatan sejumlah mantan pelaku terorisme. Keterlibatan mereka dalam aksi kekerasan disebabkan karena faktor pemilihan teman dan guru yang salah. Teman dan guru-ruru mereka mengajarkan untuk berjihad dengan cara mengangkat senjata. Kendati demikian, seiring waktu, pelaku terorisme ini menemukan jalan pertobatan, karena dipicu beragam faktor, seperti beragamnya pendapat tentang jihad dan tersentuh rasa kemanusiaannya setelah bertemu dengan para korban.
Ajie Najmudin, anggota Jaringan Gusdurian Solo, selaku pemantik diskusi mengatakan bahwa nilai persaudaraan dan kebersamaan harus terus ditanamkan untuk mengedukasi masyarakat. Hal itu demi tujuan persaudaraan dan perdamaian.
Baca juga Alim Ulama Sukoharjo Ajak Masyarakat Cintai Perdamaian
Pembelajaran penting ini dipetik juga dari kisah keduanya (mantan pelaku dan korban). ”Saya melihat ada sisi kemanusiaan dalam film ”Tangguh”. Dipertemukan dengan korban yang menyentuh sisi kemanusiaannya. Kita mendapat ibroh (pembelajaran penting) dari keduanya jangan membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan,” tutur Ajie.
Oleh karenanya, kisah kesediaan meminta dan memberikan maaf antar mantan pelaku dan korbannya yang berujung pada pertemanan dan persahabatan, bisa dijadikan pembelajaran penting bahwa semangat saling menghargai dan perdamaian merupakan hal utama di dalam kehidupan bermasyarakat. ”Paham yang berpotensi kepada kekerasan harus kita tolak. Untuk itulah kita harus selalu melakukan diskusi dan dialog untuk membangun dan saling mengenal satu sama lain. Saya terinspirasi dari perkataan Gusdur, perdamaian tanpa keadilan adalah Ilusi,” tegasnya.
Kegiatan ini dihadiri 67 peserta dari berbagai latar belakang organisasi. Seperti perwakilan MWCNU, MUI Boyolali, serta dari beberapa penganut agama hindu juga turut hadir. Para peserta terlihat antusias dan mengapresiasi film tersebut. Salah seorang peserta menyampaikan pesannya untuk selalu belajar memaafkan kepada orang lain. ”Para korban dan mantan pelaku saja bisa saling memaafkan, kenapa kita tidak?” tegas salah seorang peserta. [FS]
Baca juga Mendengar Pertaubatan Mantan Pelaku Terorisme, Tokoh Agama Tersentuh
2 Comments