Home Berita Ikhtiar Tokoh Agama Wujudkan Perdamaian Indonesia
Berita - Pilihan Redaksi - 11/11/2019

Ikhtiar Tokoh Agama Wujudkan Perdamaian Indonesia

Aliansi Indonesia Damai- Tiga puluh perwakilan tokoh agama dari berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) se-kota Solo Raya mengikuti Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama di Surakarta, 30-31 Oktober 2019. Kegiatan yang digelar AIDA ini untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga nilai-nilai perdamaian di tengah-tengah masyarakat. Di samping itu, kegiatan juga bertujuan untuk  mengedepankan dialog dan mengambil pembelajaran (ibroh) dari kisah orang-orang yang pernah terlibat dalam dunia kekerasan dan korbannya.

Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi mengatakan pelatihan ini mengembangkan satu perspektif tentang kesadaran dialogis melalui pendekatan kisah sebagai panduan utama. Menurutnya, pendekatan kisah adalah spirit ajaran Alquran. “Di dalam Alquran, aspek halal-haram hanya sekitar lima persen, selebihnya merupakan kisah-kisah orang terdahulu. Dari sinilah kisah di dalam Alquran merupakan poin penting. Karena kita bisa belajar untuk mengambil ibroh (pembelajaran). Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, bantulah saudaramu yang melakukan kezaliman dan yang dizalimi,” katanya. 

Baca juga Ibroh dari Kisah Penyintas dalam Halaqah Alim Ulama

Hadir selaku narasumber, Choirul Ikhwan, salah seorang mantan pelaku yang pernah terlibat di dunia ekstrem. Choirul mengisahkan, dunia kekerasan yang pernah ia lakukan sesungguhnya tidak sesuai dengan hati nuraninya.  Ia tidak pernah berpikir tindakan kekerasan akan melahirkan banyak korban tak bersalah serta tak tahu apa-apa. Namun demikian, pertemuan dengan sejumlah korban terorisme dan mendengar kisah-kisah kepiluan hidup korban menyadarkannya bahwa apa yang dahulu pernah diperjuangkan merupakan jalan yang salah.

“Setelah saya bertemu dengan korban terorisme, saya merasakan empati. Hal itu (korban-korban) tidak pernah kami pikirkan sebelumnya. Oleh karenanya, saya meminta maaf atas perilaku ikhwan-ikhwan (saudara-saudara),” ujar Choirul. 

Menerima Keadaan

Dalam kegiatan itu, AIDA juga menghadirkan Hayati Eka Laksmi, salah seorang korban Bom Bali 2002. Meskipun peristiwa itu terjadi 17 tahun lalu, Eka merasakan betul beratnya kehilangan seorang suami. Apalagi saat itu ia tidak bekerja, dan lebih memilih fokus mengasuh anak. 

Choirul Ikhwan dan Hayati Eka Laksmi dalam kegiatan Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama di Surakarta.

Meskipun mendapatkan cobaan yang begitu berat, Eka menyadari bahwa kehilangan itu tak boleh membuatnya lemah. Ia harus bangkit dari keterpurukan. “Saya harus siap menerima keadaan ini. Saya harus berdiri tegak dan bisa menyelamatkan keluarga”, tuturnya di hadapan para pemuka agama.

Baca juga Kunci Perdamaian Adalah Persaudaraan

Eka juga tidak ingin anak-anaknya menyimpan dendam kepada pelaku. “Saya katakan, untuk apa membalas dendam dan membalas kekerasan dengan kekerasan? Saya ajarkan itu kepada anak-anak saya selama 17 tahun. Sedikit demi sedikit saya mengajarkan itu. Akhirnya anak saya ikut memaafkan, bahkan bertemu anak Ali Fauzi (mantan pelaku dan saudara pelaku Bom Bali),” ungkapnya.  

Setelah mendengar kisah Choirul dan Eka, seorang peserta mengatakan, ia merasakan empati dan pembelajaran penting. “Dari kisah mantan dan korban terorisme, kita memahami bahwa kita harus saling menguatkan peran keluarga dan masyarakat untuk mencegah terjadinya kekerasan terorisme dan jangan membalas kekerasan dengan kekerasan, ” kata peserta dari Sukoharjo tersebut. [FS]

Baca juga Meneladani Akhlak Nabi dalam Kisah Penyintas

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *