23/06/2022

Mantan Napiter Bertutur di Hadapan Ulama Riau

Aliansi Indonesia Damai- Dalam rangka menyebarkan benih-benih perdamaian melalui pendekatan ibroh (pembelajaran), AIDA menghadirkan Kurnia Widodo, mantan narapidana terorisme, untuk berbagi pengalaman hidupnya di hadapan para tokoh agama Islam di Pekanbaru, Riau.

Dalam kegiatan Halaqah Alim Ulama bertajuk “Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh” yang digelar AIDA bersama Universitas Islam Riau (UIR) akhir Mei silam, Kurnia mengisahkan sepak terjangnya bersama kelompok ekstremisme kekerasan hingga akhirnya bertobat dan memilih jalan perdamaian.

Baca juga Pesan Ketua MUI untuk Tokoh Agama Riau

Kurnia mengakui, awal mula dirinya bergabung ke dalam kelompok ekstrem adalah melalui pertemanan di bangku sekolah menengah atas. Saat itu ia kerap diajak berdiskusi tentang kondisi dunia Islam yang semakin merosot dan tertindas. Di belahan dunia lain, perang Afghanistan melawan Uni Soviet sedang berkecamuk, sementara eskalasi konflik di Filipina Selatan meninggi.

Menyaksikan berita-berita tersebut, ghirah keislamannya terbangkitkan. “Tadinya saya biasa-biasa saja, bahkan saya suka musik-musik Barat. Sama teman saya disentil dan dibelokkan untuk ikut pengajian eksklusif. Ternyata jemaah yang mengadakan pengajian itu bernama NII, Negara Islam Indonesia,” ujar Kurnia mengenang.

Baca juga Menyambung Lidah Perdamaian

Pergumulan Kurnia di kelompok NII menyeretnya menjadi seseorang yang berpikiran ekstrem. Ia juga mengikatkan diri melalui sumpah setia. Meskipun muncul kelompok baru bernama Jamaah Islamiyah, ia tetap setia dengan NII. Selain belajar agama, Kurnia juga melatih dirinya dengan keterampilan meracik bom sebagai bentuk persiapan jihad.

Sepak terjang Kurnia terbongkar aparat hukum pada tahun 2010. Ia ditangkap dengan barang bukti bahan-bahan peledak, sehingga harus menjalani hukuman penjara selama bertahun-tahun. Saat di dalam Lapas, Kurnia mengalami titik balik dalam hidupnya. Ia bertemu dengan ustaz-ustaz dari kelompok lain. Setelah berdialog intensif, Kurnia mulai menyadari bahwa ada yang keliru dari kelompoknya yang lama.

Baca juga Korban dan Kerusakan Akibat Terorisme

”Saya bertemu dengan ustaz-ustaz lain yang pemikirannya lebih moderat. Saya mengaji dan berdiskusi kepada mereka. Di situ saya menemukan dalil-dalil yang saya pahami itu keliru,” tutur Kurnia.

Kurnia semakin mantap meniti jalan perdamaian tatkala takdir memertemukannya dengan salah satu korban pengeboman. Akibat perbuatan teman-teman dan kelompoknya, korban harus menderita disabilitas. Padahal korban tersebut tidak tahu menahu soal alasan pengeboman.. Korban bahkan tidak kenal dengan pelaku, apalagi memiliki dendam. Kisah korban memunculkan empati dalam diri Kurnia. Tanpa disadari ia tergerak untuk meminta maaf.

Salah seorang peserta mengapresiasi pertobatan Kurnia. Dalam hematnya, Kurnia Widodo sejatinya juga korban dari indoktrinasi orang-orang tak bertanggung jawab. Ia menegaskan bahwa terorisme adalah perbuatan biadab dan tidak pernah diajarkan oleh Islam. [FAH]

Baca juga Membalas Ketidakadilan dengan Kekeliruan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *