Home Tajuk Kompensasi Korban Lama Dinanti
Tajuk - 14/09/2018

Kompensasi Korban Lama Dinanti

Dok. Medcom - Menko Polhukam Wiranto didampingi Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai memberikan kompensasi secara simbolis kepada korban aksi terorisme di Kantor LPSK, Jakarta (6/9/2018).
Dok. Medcom – Menko Polhukam Wiranto didampingi Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai memberikan kompensasi secara simbolis kepada korban aksi terorisme di Kantor LPSK, Jakarta (6/9/2018).

 

Kamis (6/9/2018) lalu Negara memberikan kompensasi kepada 17 korban terorisme atau ahli warisnya. Dana Rp814.000.000 diserahkan kepada 13 korban Bom Thamrin; Rp202.000.000 untuk 3 korban Bom Kampung Melayu; dan Rp611.000.000 untuk 1 orang korban penyerangan Mapolda Sumatera Utara. Negara memberikan kompensasi melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang penyerahannya secara simbolis dilakukan oleh Menkopolhukam mewakili Presiden.

Meski bukan pertama kali, langkah pemerintah ini sangat baik dan mesti diapresiasi lantaran kompensasi kepada korban merupakan amanat UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Ini penting mengingat dalam UU Antiterorisme sebelumnya (UU No. 15 Tahun 2003), walaupun kompensasi telah diatur namun implementasinya tak pernah terlaksana karena mensyaratkan adanya putusan pengadilan.

Ke depan, upaya pemerintah terkait kompensasi korban terorisme harus lebih ditingkatkan. Di luar 17 orang yang disebut di awal, ada ratusan korban yang belum mendapatkan hak kompensasi. Padahal, tragedi yang menimpa mereka telah berlalu belasan tahun. Mereka adalah para korban aksi teror di masa lalu seperti Bom Bali 2002 dan 2005; Bom JW Marriott 2003; dan Bom Kuningan 2004. Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa belum semua korban Bom Kampung Melayu menerima kompensasi.

Dalam Pasal 43 UU No. 5 Tahun 2018 disebutkan bahwa korban aksi teror yang terjadi sebelum UU ini diberlakukan, juga berhak mendapatkan kompensasi. Mekanisme pemberian kompensasi untuk korban lama ini tidak melalui pengadilan tetapi berdasarkan asesmen yang dilakukan lembaga terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengajuan permohonan serta pelaksanaan kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Oleh sebab itu, penyusunan PP sebagai aturan turunan UU Antiterorisme No. 5 Tahun 2018 tersebut sangat mendesak. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, LPSK, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Kementerian Keuangan harus segera membahas pembuatan PP tentang kompensasi terhadap korban terorisme di masa lalu.

Tak kalah pentingnya, terhadap korban aksi terorisme yang terjadi setelah UU No. 5 Tahun 2018 berlaku, jajaran penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan hingga kehakiman harus meningkatkan kesadaran tentang perspektif korban terutama terkait kompensasi, sehingga upaya pemenuhan kompensasi kepada korban sudah dimulai dari proses penyidikan, penuntutan hingga pemutusan vonis hukum.