Dwi Siti Rhomdoni (Dwiki) Bersama Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi Dalam Peringatan Bom Thamrin.
Home Suara Korban Ketangguhan Penyintas Bom Thamrin
Suara Korban - 11/01/2019

Ketangguhan Penyintas Bom Thamrin

ALIANSI INDONESIA DAMAI – Sedikitnya tiga orang warga sipil tewas dan puluhan lainnya terluka menjadi korban serangkaian ledakan bom di Jl. MH Thamrin Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016. Tepatnya, di sebuah kedai kopi dan pos polisi di perempatan pusat perbelanjaan Sarinah. Peristiwa itu menimbulkan trauma tersendiri bagi para korbannya, salah satunya Dwi Siti Rhomdoni yang akrab disapa Dwiki.

Sejak masih duduk di bangku sekolah, Dwiki ditempa untuk hidup secara mandiri. Pada masa SMA ia harus bekerja paruh waktu untuk membiayai kebutuhan hidupnya serta dua adik kandungnya, dengan menjadi tutor sebaya bagi teman-temannya serta mengajar di Taman Pendidikan Al-Quran.

Walaupun dikenal sebagai siswi yang cukup pandai di sekolah, dan sempat mendapatkan beasiswa dari sebuah universitas, setelah lulus SMA pada tahun 2001 ia justru memilih untuk bekerja di sebuah perusahaan di Bekasi. Hal itu ia lakukan demi menafkahi adik-adiknya yang masih sekolah. Baru setelah merasa keuangan cukup, ia kemudian melanjutkan pendidikan di STKIP Cijantung. Pada tahun 2011 ia mulai bekerja di kantor Dewan Pers.

Kamis pagi, 14 Januari 2016, Dwiki berangkat bekerja seperti biasa tanpa merasakan firasat apa pun. Hari itu ia ada meeting dengan klien dari luar daerah di sebuah kedai kopi di Jl. MH Thamrin. Hari itu adalah hari pertamanya bekerja setelah ditugaskan pada divisi baru.

Waktu menunjukkan pukul 10:05 WIB, saat ia berbincang-bincang dengan klien, tanpa disangka sebuah bom meledak. Ia memperkirakan titik ledakan berada dua meter di belakangnya. Seketika ia terpental hingga kepalanya membentur meja. Kedai kopi itu menjadi porak poranda. Ledakan itu membuat pelanggan kedai kopi panik, semua sibuk menyelamatkan diri.

Di tengah kekacauan yang terjadi, Dwiki dengan sekuat tenaga berusaha untuk bangun, namun karena merasa pusing ia pun terjatuh. Ia mencoba untuk duduk dan mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Beberapa saat kemudian, ia merangkak mengikuti orang-orang di tempat itu ke arah samping kedai untuk keluar. Karena keadaan yang mencekam, orang-orang melompat keluar dengan panik dan berhamburan hingga beberapa orang cedera karena tertindih.

Begitu halnya dengan Dwiki, dengan kepala yang masih sakit, ia berdesak-desakan keluar mengikuti orang-orang. Namun karena semua orang tidak sabar untuk menyelamatkan diri, akhirnya ia terdorong keluar dan jatuh menindih korban yang lain. Belum sempat untuk bangun, tiga orang yang keluar dari jendela yang sama juga menimpanya hingga pingsan.

Saat itu masih terjadi baku tembak antara aparat keamanan dengan kawanan teroris. Dwiki yang sudah pingsan tak berdaya diselamatkan oleh seorang temannya. Ia diamankan ke dalam taksi. Di dalam taksi tersebut sudah ada dua orang yang juga terluka akibat peristiwa itu. Ia pun dibawa ke Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Menteng. Ia mengalami shock berat dan cedera di bagian tengkuk. Ia mengaku rasa pusing di kepala belum hilang saat diperiksa di rumah sakit tersebut. Beberapa jam kemudian, setelah kondisinya lebih stabil, ia diperbolehkan pulang dan diantar oleh seorang temannya.

Dalam perjalanan, ia mengalami beberapa kali muntah. Karena merasa tidak sanggup lagi, ia memutuskan untuk menuju Rumah Sakit Permata Hijau. Dokter mengatakan bahwa Dwiki mengalami cedera pada tulang leher. Ia dirawat selama kurang lebih tiga minggu, dan kemudian dilanjutkan rawat jalan tiga kali dalam satu bulan untuk melakukan check up saraf, ortopedi, dan psikologi. Tidak hanya sarafnya yang terganggu yang menyebabkannya bisa tiba-tiba pingsan kapan saja, ia juga mengalami trauma sehingga harus mengonsumsi obat penenang dari dokter.

Tahun 2016 ia fokus untuk pemulihan kesehatan. Awal 2017 ia memulai untuk kembali bekerja. Bukan hal yang mudah baginya, akibat cedera saraf dan trauma yang diderita ia dituntut untuk mampu mengerjakan berbagai tantangan dunia pekerjaan.

”Namun berkat semangat dari calon suami dan keluarga waktu itu, membuat saya kuat dan bagkit,” ujarnya.

Dwi Siti Rhomdoni (Dwiki) Bersama Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi Dalam Peringatan Bom Thamrin.
Dwi Siti Rhomdoni (Dwiki) Bersama Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi Dalam Peringatan Bom Thamrin.

 

Sejak menjadi korban, ia bergabung dalam Komuitas Sahabat Thamrin yang merupakan wadah perkumpulan para korban dan keluarga korban Bom Thamrin 2016. Ia juga turut bergabung dengan Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), organisasi persatuan komunitas-komunitas korban terorisme di seluruh Indonesia. Tujuannya untuk saling menguatkan dan saling support di antara para korban.

Bersama rekan-rekannya sesama penyintas di YPI, ia terlibat sejumlah kegiatan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) untuk mengampanyekan perdamaian kepada masyarakat luas. Dalam kegiatan AIDA ia dipertemukan dengan mantan pelaku terorisme, orang yang pernah terlibat dengan kelompok teroris namun telah bertobat dan kembali ke jalan perdamaian. Menyaksikan para mantan pelaku yang telah bertobat dan meminta maaf, Dwiki pun berbesar hati untuk memberikan pemaafan.

Di berbagai kesempatan kegiatan AIDA, ia menyampaikan pesan perdamaian dan senantiasa mengajak masyarakat untuk bersama-sama bergandengan tangan mencegah kekerasan agar tidak ada lagi korban. [SWD]