Siswa SMKN 1 Blitar: Karena Perdamaian Itu Lebih Baik

Aliansi Indonesia Damai – Pekan lalu, Rabu (13/11), Aliansi Indonesia Damai (AIDA) menyelenggarakan kegiatan Dialog Interaktif dengan tema ”Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMKN 1 Blitar. Kegiatan yang diikuti tidak kurang dari 52 siswa ini menghadirkan korban terorisme, Christian Salomo. Ia penyintas ledakan Bom Kedubes Australia tahun 2004.

Christian menceritakan kisahnya menjalani hidup sebagai korban bom. Saat itu ia sedang bekerja sebagai petugas keamanan di depan Kedutaan Besar Australia. Tiba-tiba dentuman besar terjadi dan langit langsung dipenuhi gumpalan asap putih. Pada saat bersamaan ia merasa ada benda keras dan panas yang menghantam tubuhnya.

“Pada saat itu rahang saya hancur. Kaki juga hancur akibat banyak material bom yang masuk dan menancap ke dalam tubuh saya,” ungkap Christian.

Baca juga Kisah Penyintas Mengikis Kebencian

Dampak luka parah yang diterimanya, Christian sempat putus asa. Ia tidak bisa menerima kenyataan harus hidup dengan tubuh cacat.

”Waktu itu kaki saya sempat akan dipotong, namun saya menolaknya. Saya bersyukur mendapat perawatan yang baik dan kaki saya tidak jadi diamputasi,” ungkapnya. 

Beruntung dalam keterpurukan Christian bertemu sesama korban yang kondisinya jauh lebih parah. Ia pun termotivasi untuk berjuang, bangkit, dan melawan kesakitan.

Baca juga Generasi Muda Haurgeulis Teladani Kesabaran Penyintas

Christian juga sempat membenci pelaku terorisme dan menganggap semua orang Islam jahat karena melakukan tindakan pengeboman. Hal yang membuat pikirannya tersadar bahwa tidak semua umat muslim demikian adalah ketika melihat kerabat yang selalu menjaga dan memberinya semangat juga orang Islam.

”Tentu saja awalnya sangat berat bagi saya untuk memaafkan pelaku. Tapi saya harus mencobanya. Kalau saya tidak mencoba berdamai dengan diri sendiri, maka itu tidak akan baik bagi diri saya dan saya tidak akan bisa berbagi pada orang lain,” tutur Christian.

Siswa peserta dialog nampak khidmat mendengarkan kisah Christian. Salah seorang dari mereka mengaku mendapatkan pelajaran berharga.

“Dari korban saya belajar rasa ikhlas karena bisa menerima apa adanya yang telah terjadi. Saya belajar bahwa memaafkan itu penting. Kita harus menjadi pribadi yang bersosial dengan baik, saling memaafkan satu sama lain, jangan ada kekerasan di antara kita,” katanya.

Baca juga Mengolah Rasa Melalui Dialog Interaktif

Selain Christian, dalam kesempatan tersebut hadir pula Kurnia Widodo, salah seorang mantan narapidana terorisme. Ia membagikan kisah perjalanannya bergabung dalam kelompok esktrem sampai akhirnya kini bergabung dalam tim perdamaian AIDA bersama Christian Salomo.

Kisah Christian Salomo dan Kurnia Widodo mampu membuat siswa SMKN Blitar memahami makna sebuah perdamaian. ”Sebelum kegiatan ini, saya mudah marah dan sulit memaafkan, tapi setelah mendengarkan kisah dari narasumber (mantan pelaku dan korban terorisme, red.) ini membuktikan bahwa  perdamaian bisa ditempuh kenapa harus menggunakan kekerasan. Karena perdamaian itu lebih baik,” ungkap seorang siswa usai kegiatan. [LADW]

Baca juga Milenial Harus Berpikiran Terbuka

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *