Menghindari Paham Ekstremisme di Media Sosial

Aliansi Indonesia Damai- Peran media sosial begitu besar dalam kehidupan mutakhir. Banyak orang terjerumus ke dalam jaringan ekstremisme melalui media sosial. Karena itu mahasiswa sebagai generasi terdidik diharapkan tidak mudah terbuai oleh narasi-narasi teologis yang kerap diciptakan kelompok ekstremis di media sosial yang muaranya adalah aksi-aksi kekerasan.

Demikian salah satu pesan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Masdar Hilmy, Ph.D saat menjadi Keynote Speaker dalam Seminar Perdamaian bertema “Belajar dari Rekonsiliasi Korban dan Mantan Pelaku Terorisme” di Universitas Brawijaya, Malang, 19 Februari 2020.

Baca juga Saatnya Mahasiswa Menebar Damai

Masdar mengingatkan mahasiswa untuk berhati-hati terhadap paham ekstremisme kekerasan, terutama yang banyak tersebar di media sosial. Belajar dari konflik kekerasan yang terjadi di Suriah, Irak dan Yaman, Masdar mengingatkan mahasiswa akan pentingnya perdamaian.  “Anda harus kuat dalam literasi digital sehingga mempunyai antibody terhadap paham kekerasan. Pasalnya hari ini paham-paham tersebut bisa menjadi infiltrasi ideologis yang begitu kuat sehingga membuat seseorang mudah terpengaruh dalam paham kekerasan,” ungkapnya.

Masdar mengajak mahasiswa untuk tidak memahami secara serampangan ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang membenarkan tindakan-tindakan kekerasan. Misalnya ada ayat yang melegalkan pembunuhan, menurutnya tidak bisa ayat tersebut dipahami secara tekstual.

Selain itu, Masdar mengajak mahasiswa untuk menolak ideologi takfiri, yang menganggap kelompok lain sebagai kafir dan wajib diperangi. “Sebagaimana dilakukan oleh kelompok Islamic State (IS) yang menghalalkan pembunuhan dan melakukan kekerasan terhadap orang yang bukan kelompoknya. Ini merupakan tantangan kita bersama. Dalam hal ini, kita belajar bahwa 7 dari 8 korban kekerasan yang terjadi di Suriah dan Irak adalah umat Islam sendiri,” ujarnya.

Baca juga Sudjarwo Bangkit Kembali Merajut Mimpi

Masdar juga mengingatkan mahasiswa untuk melakukan penyaringan terhadap informasi di media sosial yang yang mudah menyulut sentimen agama. “Kita belajar bagaimana ideologi ini bisa meruntuhkan perdamaian. Perdamaian tidak hanya dibangun dari perspektif ideologis. Perdamaian harus kita bangun yang didasarkan atas keseimbangan sosial, politik, dan ekonomi,” tegasnya.

Direktur AIDA Hasibullah Satrawi, mengajak mahasiswa untuk belajar dari rekonsiliasi korban dan mantan pelaku. “Dunia kampus bisa melahirkan narasi dalam membangun dan menyuarakan perdamaian dalam perspektif korban. Dari sini kita belajar untuk memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang terlibat dalam kekerasan dan juga mengedepankan perspektif korban yang selama ini luput dalam peristiwa terorisme,” katanya. [FS]

Baca juga Mukhtar Khairi, Makin Mantap Meninggalkan Ekstremisme Setelah Bertemu Korban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *