Home Pilihan Redaksi Mukhtar Khairi, Makin Mantap Meninggalkan Ekstremisme Setelah Bertemu Korban

Mukhtar Khairi, Makin Mantap Meninggalkan Ekstremisme Setelah Bertemu Korban

Aliansi Indonesia Damai- Kisah korban menjadi salah satu faktor sejumlah pelaku ekstremisme meninggalkan paham dan jaringan terorisme. Mendengar kisah penderitaan panjang korban dengan beragam luka fisik hingga psikis membuat sebagian mantan pelakunya tersadarkan. Mereka memilih keluar dari kelompok ekstremisme setelah bertemu dan menyaksikan sendiri derita korban. Salah satunya Mukhtar Khairi. Ia seorang mantan pelaku kekerasan yang bertaubat setelah mendengar langsung kisah pilu korban. 

Dalam kegiatan kampanye perdamaian yang digelar AIDA di Kab. Indramayu beberapa minggu lalu, Mukhtar mengungkapkan penyesalannya karena pernah terlibat dalam jaringan ekstrem. Pasalnya, setelah bertahun-tahun hidup dengan kelompok ekstremis, ia baru tersadarkan bahwa jalan kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah, justru yang ada telah menambah masalah yang baru. Apalagi, selama bergabung di dalam jaringan ektremis ia tak pernah membayangkan penderitaan korban-korban aksi kekerasannya, terutama mereka yang tak tahu apa-apa. 

Mengenal Kelompok Ekstremis

Perkenalannya dengan kelompok ekstremis dimulai saat Mukhtar mengikuti sebuah pengajian yang tertutup. Pengajian tersebut atas rekomendasi dari kakak kandungnya. Di dalam kelompok pengajian tersebut, ia mengaku kerapkali mendapatkan materi kebencian dan narasi umat Islam di Indonesia tengah dizalimi. Akibatnya, muncul semangat perlawanan dari dalam diri Mukhtar terhadap pemerintah dan aparat hukum. “Selama dua tahun, rutin ikut pengajian seminggu sekali wajib datang. Dari pengajian itu umat Islam di Indonesia seolah-olah tertindas dan terzalimi,” terang Mukhtar.

Baca juga Titik Balik Mantan Pelaku ke Jalan Damai

Dengan semangat yang bergelora, ia mempelajari buku-buku yang membolehkan kekerasan, termasuk menonton video-video dokumenter tentang perang umat Islam terkait Jihad. Pada tahun 2007, ia bergabung dengan kelompok bernama Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Di dalam kelompok ini dia diajarkan dua hal, yakni semangat untuk berperang dan pelatihan militer seperti taktik perang, merakit bom dan menggunakan senjata.

Pada tahun 2010, kemampuan Mukhtar dalam segi militer dianggap telah memadai. Oleh kelompok ekstremis, Mukhtar dikirim ke Aceh untuk mengikuti pelatihan militer. Namun demikian, pelatihan tersebut terbongkar kepolisian hingga akhirnya Mukhtar tertangkap. Ia pun ditahan di dalam lapas. Sayang seribu sayang, semangat jihad Mukhtar justru makin membuncah ketika di dalam lapas. Pasalnya, di balik jeruji besi itu, ia justru bertemu dengan Aman Abdurrahman, seorang petinggi ISIS di Indonesia.

Baca juga Berhijrah ke Jalan Damai

Ia mendapatkan doktrin takfiri dari Aman. Akibatnya ia makin berpandangan ekstrem, bahkan mengkafirkan semua Muslim di luar kelompoknya, termasuk orang tuanya sendiri. “Lebih fatal lagi saya sampai beraninya mengkafirkan orang tua. Jangankan orang lain, orang tua pun bisa saya kafirkan. Bayangkan bahkan diri saya pun sebelum masuk kelompok ISIS termasuk kafir,” ujarnya.

Setelah beberapa lama di dalam penjara, Mukhtar ikut kegiatan rehabilitasi yang diinisiasi pemerintah dan lembaga masyarakat. Sebenarnya, kegiatan itu ia ikuti atas keterpaksaan. Namun lambat laun ia belajar mengikuti pengajian agama di luar kelompok Aman. Ternyata, pilihannya itu, membuatnya diwaspadai oleh kelompok Aman. Muhktar ditengarai oleh kelompok ISIS sebagai ikhwan yang telah menyimpang. Karena diperlakukan seperti itu, Mukhtar pun lebih memilih pengajian di luar kelompoknya. 

Baca juga Metamorfosis Mantan Teroris: Dari Ulat Menjadi Kupu-Kupu

Rupanya dalam pengajian lain, ia mendapatkan pengalaman yang sangat berharga, yakni materi agama yang melarang umatnya untuk berbuat kerusakan. Lambat laun pemikiran ekstrem Mukhtar pun mulai redup. Apalagi setelah keluar dari penjara, AIDA mempertemukan Mukhtar dengan sejumlah korban terorisme. Para korban menceritakan kisah kepiluan hidup akibat tindakan terorisme. Mukhtar pun makin yakin untuk meninggalkan kelompok ekstrem. “Saya banyak belajar dari kisah korban. Ternyata begitu sangat memperihatinkan dan ini menjadi faktor yang membuat saya sangat ingin ikut berkontribusi mengkampanyekan perdamaian,” ungkap lelaki kelahiran Jakarta itu.

Mukhtar pun memulai hidup baru. Ia memilih meninggalkan jalan ekstremisme yang membenarkan kekerasan. Pengajian lamanya ia tinggalkan, dan saat ini lebih banyak mengaji kepada ulama yang mengajarkan perdamaian. Dulu Mukhtar sempat memaknai jihad sebagai ajaran perang, namu saat ini Mukhtar beranggapan bahwa jihad tidak harus berperang, namun jihad adalah upaya dengan cara bersungguh-sungguh untuk mendapatkan ridha Allah. “Seorang siswa belajar menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh itu termasuk jihad. Seorang suami mencari nafkah itu juga termasuk jihad,” pungkas Mukhtar.

Baca juga “Kasih Sayang Orang Tua Mengalahkan Itu Semua”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *